Jika ada tugas untuk mengumpulkan kekecewaan kita pada perjalanan
dakwah ini, rasanya hanya akan dibutuhkan sedikit waktu untuk
menyelesaikan tugas itu. Karena kekecewaaan adalah hal inhern dalam
kemanusiaan kita. Sangat mudah untuk membangkitkannya, kekecewaan hanya
berada tipis dibawah kesadaran kita. Maka, kekecewaan hanyalah soal
pilihan untuk ditampilkan atau tidak ditampilkan. Kekecewaan bukanlah
soal punya atau tidaknya seorang da’I kepada barisan dakwah.
Kekecewaan adalah perasaan kecewa. Makna kecewa secara bahasa adalah:
1. Kecil hati, tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya, dan sebagainya), atau tidak senang.
2. Cacat atau cela. Misalnya dalam kata ; ‘Acara itu tak ada kecewanya’.
3. Gagal (tidak berhasil) dalam usahanya dan sebagainya.
Maka
kekecewaan dalam dakwah adalah perasaan kecil hati, perasaan tidak
puas, atau perasaan tidak senang kepada dakwah. Kekecewaan ini –karena
sebab apapun- memiliki benang merah ; tidak terkabulnya keinginan,
harapan, dan hal lainnya.
Sebab-Sebab Kekecewaan
Seperti
kata peribahasa ; ‘Tidak ada asap kalau tidak ada api’, kekecewaan
hanya akan muncul jika ada keinginan yang tidak terpenuhi, tak
terpuaskan atau adanya situasi yang tidak sepenuhnya sama dengan benak
seseorang. Kekecewaan di jalan dakwah dapat disebabkan oleh
faktorberikut ini :
Pertama,
kekecewaan seorang aktivis karena jengah melihat jurang yang dalam
antara idealismenya dan realitas yang ada di hadapannya.
Kedua, kekecewaan aktivis karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan qiyadah (pemimpin), keputusan syuro
Ketiga,
kekecewaan aktivis yang disebabkan karena buruknya menejemen dakwah.
Kelelahan, perasaan tak berdaya dan perasaan tertipu kadang berubah
menjadi rasa kecewa dan kebencian. Padahal ini ‘hanya’ berawal dari
buruknya manajemen dakwah padanya.
Keempat,
kekecewaan akitivis yang lebih dilandasi hawa nafsu dan tipu daya
syetan. Untuk mudahnya mengidentifikasinya, biasanya, kekecewaan semacam
ini berhubungan dengan tidak tercapainya ambisi pribadi seorang
aktivis.
Tapi
konsep di atas hanyalah sekadar cara deduktif untuk melihat berbagai
kekecewaan yang pernah ada. Tetapi memang tak perlu dianalisis dengan
terlalu serius. Karena kadang kekecewaan yang terungkap tidak selalu
sama dengan kekecewaan yang ada dalam hati. Kekecewaan yang disebut
pertama belum tentu sebab kekecewaan yang utama. Alasan sampingan belum
tentu tidak penting dan sebaliknya. Dalam banyak kasus, penyebab
kekecewaan dakwah bahkan tak bisa didefinisikan karena berkelindan dan
saling bertali temali dalam jiwa seorang aktivis. Wa na’udzubillahi.
Respon ; tempat kita membedakan kekecewaan
Siapa
aktivis yang tak pernah kecewa? Tidak ada. Seorang aktivis dakwah bisa
kecewa pada teman seiring, kecewa pada murabbinya, kecewa pada
mutarabbinya, kecewa pada dakwah secara keseluruhan dan bisa juga kecewa
pada tidak satupun pihak. Kecewa kadang tak memerlukan obyek. Cara
duduk atau momen sebuah senyum dari kawan seiring saja bisa menjadi
alasan kekecewaan yang mematikan kehidupan dakwah seseorang.
Maka
tak akan ada aktivis dakwah yang tak pernah kecewa. karena sesungguhnya
kecewa itu manusiawi. Hanya saja, respon kekecewaan pada setiap aktivis
dakwah itu berbeda secara spesifik. Ada aktivis dakwah yang mampu
mengatasi dan meresponnya secara konstruktif. Tetapi tak semuanya. Ada
juga aktivis yang tidak mampu mengatasinya dan bahkan meresponnya secara
destruktif.
Kefahaman terhadap tabiat dakwah
Kefahaman
terhadap tabiat Islam dan tabiat jalan dakwah adalah hal yang sangat
membantu kita dalam mengelola kekecewaan. Di jalan dakwah, bercerai
berai adalah hal yang terlarang, sebagaimana firman-Nya ;
Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
(QS. Ali Imran: 103)
Kefahaman
terhadap tabiat jalan dakwah adalah hal yang sangat membantu kita dalam
mengelola kekecewaan. Memahami bahwa amal jama’i bukan jalan datar, ada
kalanya mendaki dan menurun, adalah hal penting untuk dilakukan.
Pemahaman
ini akan melahirkan kemampuan bernafas dalam jangka panjang. Amal
jama’I bukan jalan yang membebaskan kita dari interaksi dengan beragam
sifat manusia, berbagai pemikiran, berbagai fitnah, dan beragam hal
lainnya.
Optimis, Ceria dan Rileks
Sebenarnya
ada banyak akhlaq yang harus ada dalam diri seorang da’i atau aktivis
dakwah, seperti ; ikhlas, pintar, rendah hati, bertanggungjawab, Percaya
Diri, dan Kebesaran Jiwa. Tetapi tulisan ini tak ingin mengulas hal hal
yang disebut itu. Sudah ada banyak ulasan soal itu. Tulisan sederhana
ini akan menyoroti beberapa sikap lain yang harus mengisi daftar belanja
kita. Sikap itu adalah ; Optimis, Ceria dan Rileks.
Dibutuhkan
sikap rilek dan ceria dalam dakwah. Orang yang ceria adalah orang yang
bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih
kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain, juga dirinya
sendiri. Mereka yang ceria dan rilek punya potensi untuk menghibur dan
mendorong semangat orang lain.
Karena
tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan harus
diekspresikan dan diajarkan. Setidaknya ditularkan. Harus ada
kesengajaan untuk menguatkan keceriaan dan memperbanyak pribadi ceria
dalam kehidupan dakwah ini.
Mereka,.,.,.
Mereka
yang rileks berpeluang besar memiliki ruang maaf yang luas. Kebesaran
jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain. Orang
yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan
permusuhan. Ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar, tidak
membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.
Mereka
yang ceria dan rileks tidak suka membesar-besarkan masalah kecil.
Bahkan berusaha mengecilkan masalah-masalah besar. Mereka yang ceria dan
rileks tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir dengan
masa depan. Mereka yang ceria dan rileks tidak mau pusing dan stress
dengan masalah-masalah yang berada di luar kontrolnya.
Mereka
ini jarang merasa terkejut oleh problem. Mereka yang optimis, ceria dan
rileks adalah mereka yang mencari pemecahan masalah. Mereka yang
optimis, ceria dan rileks memiliki cukup keyakinan terhadap sebagian
peran meraka di masa depannya. Mereka yang optimis, ceria dan rileks
yang merasa memiliki kemungkinan untuk melakukan perubahan secara
teratur dan bertahap. Mereka yang optimis, ceria dan rileks memiliki
kemampuan untuk menghentikan alur berpikir yang negatif. Mereka yang
optimis, ceria dan rileks melatih daya imajinasi untuk meraih
keberhasilan. Bahkan mereka yang optimis, ceria dan rileks selalu merasa
gembira bahkan ketika mereka tidak berbahagia. Itu karena mereka banyak
membina rasa cinta dalam banyak sisi kehidupan mereka, mereka suka
bertukar berita baik, dan mereka menerima dengan baik apa saja yang
tidak bisa diubah.
Optimis,
ceria dan rilek akan menghasilkan rasa percaya diri. Rasa percaya diri
memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana adanya, menghargai
dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya diri mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Orang semacam
ini tahu apa yang harus dilakukannya dan dan tahu bagaimana
melakukannya dengan baik.
Orang
orang semacam ini akan bertanggung jawab dan akan melaksanakan
kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia
berani mengakuinya. Dan ketika mengalami kegagalan, orang semacam ini
tidak akan mencari kambing hitam.
Dan
bahkan kalau orang semacam ini merasa kecewa dan sakit hati, mereka
tidak akan menyalahkan siapapun. mereka menyadari bahwa dirinya
sendirilah yang bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan
dirasakannya.
Membangun
masyarakat dengan struktur yang kokoh membutuhkan komitmen yang kuat
dari para pekerjanya. Para pekerja proyek dakwah bukanlah orang yang
mudah berkhianat. Mungkin pilihan kata berkhianat terlalu kasar, tetapi
dakwah memang bukan selalu sama dengan bisnis. Komitmen dakwah bukan
soal mana yang lebih ekonomis, mana yang lebih bisa mendengar keluh
kesah dan kemauan, dan juga bukan soal mana yang lebih membuat diri ini
eksis.
Dakwah ini membutuhkan kesetiaan dan sikap tak mudah beranjak dari barisan.
Tapi
itu semua harus dilakukan dengan penuh kefahaman, optimis, dilakukan
dalam keceriaan dan dilakukan secara rileks. Itu semua agar umur dakwah
kita panjang dan agar kita memiliki bekal dihadapanNya.
Oleh : Eko Novianto (sumber : Sabili.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar