PENDAHULUAN
Jama’ah menurut bahasa diartikan dengan
“sejumlah besar manusia” atau “sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai
tujuan yang sama”. Sementara jama’ah menurut syari’at , berdasarkan beberapa
hadits Rasulullah SAW :
a. Jama’ah ialah para penganut Islam apabila bersepakat atas suatu
perkara; dan para pengikut agama lain diwajibkan mengikuti mereka.
b. Jama’ah ialah masyarakat umum dari penganut Islam.
c. Jama’ah ialah kelompok utama mujtahidin.
d. Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin apabila menyepakati seorang amir.
e. Jama’ah ialah para sahabat ra. secara khusus.
Jama’ah
adalah jama’atul muslimin. Sehingga
Jama’atul Muslimin adalah masyarakat umum dari penganut Islam yang apabila bersepakat
atas suatu perkara, dan menyepakati untuk memilih seorang amir.
Jama’atul muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur, dan merupakan
ikatan yang kokoh yang apabila dia hancur, maka akan hancur pula ikatan-ikatan
Islam lainnya, pasif hukum-hukumnya, hilang syar’i syar’iannya. Jama’ah ini adalah jama’ah yang diperintahkan
oleh Al Qur;an dan as Sunnah untuk dijaga, dipelihara kesatuannya, dilindungi
keutuhannya dan dicegah dari setiap ancaman dan rongrongan akan merusaknya. (QS:
3: 103, 105, QS 30:31-32)
Sesuai dengan pengertian syar’i, untuk saat sekarang ini Jama’atul
Muslimin boleh dikatakan tidak ada lagi. Karena yang ada pada saat ini hanyalah
jama’ah bagi sebagian kaum muslimin (Jama’atu min Jama’atil Muslimin), dan
Negara bagi sebagian kaum muslimin bukan jama’ah seluruh kaum muslimin dan
bukan Negara seluruh kaum muslimin. Tidak adanya jama’atul muslimin saat ini
menjadikan kondisi umat memprihatinkan, hukum-hukum Islam tidak ditegakkan dan
sistem-sistem diimpor dari Timur dan Barat. Karena itulah pentingnya saat ini
umat Islam secara keseluruhan untuk mewujudkan jama’ah ini di dalam umat yang
menyepakati seorang amir bagi mereka sehingga ia menjadi pemerintah dan
khilafah Islam yang harus memperoleh loyalitas dan pembelaan di semua lapisan.
Tidak ada khalifah tanpa jama’ah dan tidak ada jama’ah tanpa
pemerintahan. Tidak ada pemerintahan tanpa kepemimpinan dan tidak ada
kepemimpinan tanpa ketaatan. Karena itu penegakan pemerintahan merupakan dharurah dan faridhah untuk meningkatkan kualitas intelektual dan pembinaan
generasi Muda Muslim. Mewujudkannya merupakan fardhu ‘ain bagi umat Islam seluruhnya dan merupakan tuntutan zaman
sehingga negara itu tegak.
BAGIAN PERTAMA
STRUKTUR ORGANISASI JAMA’ATUL MUSLIMIN
1. UMAT ISLAM
A. Menurut Bahasa
Umat
menurut bahasa adalah kaum, jama’ah dan golongan manusia.
Raghib
Al-Ashfahany mengatakan : “umat adalah setiap jama’ah yang disatukan
oleh satu hal, satu zaman, satu agama atau satu tempat, baik faktor pemersatu
itu dipaksakan maupun berdasarkan suatu pilihan”.
B. Secara Geografis
Titik
tolak pembebasan umat Islam dimulai dari kawasan Darul ‘Adl yaitu Darul Islam.
Darul Islam itu sendiri mungkin menjadi Darul Baghyi yang dikuasai para
pemberontak, atau mungkin menjadi Darur Riddah yang dikuasai oleh orang-orang
murtad, atau mungkin menjadi Darul Bid’ah yang dikuasai oleh orang-orang ahli
bid’ah.
Negeri-negeri
yang disebut Darul Islam ini berhadapan dengan Darul Harb yang dikuasai oleh
non-muslim (kafir) maupun sekuler. Negara yang disebut sebagai Negara Islam
yang sebenarnya ialah Negara yang dikuasai oleh kekuasaan Negara keadilan (Al
Adl), yaitu Negara yang menegakkan Islam dan melindungi hukum-hukumnya serta
dipimpin oleh seorang khalifah pemegang imamah ‘uzhma.
Batas-batas
tanah air Islam ini meluas sesuai meluasnya kekuasaan Darul ‘Adl dan menjangkau
Darul Harb melalui jihad dan fath (penaklukkan). Karena sesunggunya seluruh
wilayah bumi ini pada asalnya adalah milik kaum muslimin dan karenanya setiap
pendudukan oleh ahlul bathil terhadap sebagian bumi ini merupakan perampasan
secara tidak sah akan umat Islam.
C. Akar
Sejarah Umat Islam
Akar
sejarah umat Islam adalah manusia pertama di atas bumi yakni nabi Adam a.s
D. Periode Umat Islam
Dibagi
menjadi 2 periodisasi
Pertama, periode
sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Pada periode ini kenabian dan kerasulan diutus
pada kaum tertentu, dengan diutusnya
Nabi dan Rasul pada kaum tertentu atau Negara tertentu.
Kedua,Dimulai
dengan bi’tsah Nabi Muhammad, pada tahun ini dimulai da’wah beralih dari rangka
ke rangka ke kauman yang terbatas , menjadi kerangka kekauman yang bersifat
umum.
E. Pembagian Umat
Umat
dibagi menjadi dua:
Pertama,umat
yang menyambut dan menerima da’wah Rasulullah yang masuk Islam secara Kaffah.
Golongan ini disebut umat Muhammad SAW yang menerima da’wah.
Kedua, golongan
yang tidak mau menyambut dan menerima da’wah Muhammad SAW dan tidak masuk ke
dalam Islam secara kaffah. Inilah golongan yang harus dida’wahi, karena
sejatinya ia wajib menerima da’wah, sehingga umat islam harus memasukkannya ke
dalam dien Allah.
F. Karakteristik Umat Islam
1.
Ciri Khas Pertama
: Aqidah yang bersih dari segala bentuk kemusyrikan dan pengakuan terhadap keesaan
Allah dalam Uluhiyah dan Rububiyah, dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya.
2.
Ciri Khas Kedua : Aqidah
yang bersifat komprehensif dan menyeluruh
3.
Ciri Khas Ketiga :
Manhaj umat Islam bersifat Rabbani secara murni karena ia diturunkan dan dipelihara
oleh Allah.
4.
Ciri Khas Keempat
: Kesempurnaan manhajnya, bebas dari hawa nafsu dan kelemahan manusia dan yang menjadikan umat islam lurus dan kokoh
dalammencapai tujuannya
5.
Ciri Khas Kelima :
Prinsip pertengahan dan keadilan dalam setiap persoalan.
Sayyid Quthb menyebutkan hal-hal yang
membuat Islam menjadi “umat pertengahan” adalah :
a. Pertengahan dalam masalah pandangan
dan keyakinan,
b. Pertengahan dalam pengorganisasian
dan konsolidasi,
c. Pertengahan dalam segi pikiran dan
perasaan,
d. Pertengahan dalam berbagai hubungan
dan keterikatan,
e. Pertengahan dalam zaman, dan
f. Pertengahan dalam letak kawasan.
G. Unsur
Kesatuan Umat Islam
1.
Kesatuan Aqidah à Kalimat Tauhid “Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah”
2.
Kesatuan Ibadah à Rukun
Islam
3.
Kesatuan Adat dan Perilaku
à bersumber dari Rasulullah SAW
4.
Kesatuan Sejarah à
sejarah Islam yang gemilang
5.
Kesatuan Bahasa à
bahasa Arab yang menjadi bahasanya Al Qur’an
6.
Kesatuan Jalan àjalan para Nabi dan Rasul
7.
Kesatuan Dustur
(UU) à Al Qur’an dan As Sunnah
8.
Kesatuan Pimpinan à
Rasulullah SAW dan Khalifah
2. SYURA (MUSYAWARAH)
A. Syura menurut Bahasa dan Kedudukannya di Dalam Kehidupan
Manusia
Syura
ialah mengeluarkan berbagai pendapat tentang suatu masalah untuk dikaji dan
diketahui berbagaiaspeknya sehingga dapat dicapai kebaikan dan dihindari
kesalahan.
Syura
secara bahasa :
-
Memintakeluarkan
-
Menguji sesuatu untuk
mengetahui ihwalnya.
Syura
berfungsi sebagai ahlul aqdi wal hilli
(dewan perwakilan rakyat).
Musyawarah
dapat berarti meminta pendapat dari para ahli tentang suatu masalah, meminta
penjelasan, dan menguji berbagai masalah dengan pendapat orang lain.
Majelis
Syura ialah majelis yang dibentuk untuk membahas urusan-urusan Negara.
B. Syura adalah Tabiat manusia
Prinsip
syuro merupakan fitrah manusia, sadar atau tidak manusia seringkali melakukan
aktifitas musyawarah ini, walaupun dalam bentuk yang kecil. Sepertimenentukan
akan makan malam dengan apa bersama teman, apalagi dalam bentuk yang besar
seperti menentukan sebuah peraturan atau undang-undang.
C. Pentingnya Syura dalam Islam
Syuro
merupakan dasar yang utama dan sifat yang melekat dalam tubuh umat Islam. Tanpa
syura, umat Islam akan kehilangan kemaslahatan dan kebaikannya, seperti halnya
jika umat Islam meninggalkan zakat atau puasa.
Syura
disebutkan Allah SWT bersama iman, tawwakal kepada-Nya, menjauhi dosa-dosa
besar dan wajib berpegang teguh kepada adab Islam pada waktu marah. Juga disebutkan
perintah menyambut seruan Allah, kewajiban menegakkan sholat, infaq dan jihad
(QS Asy Syura : 36-39).
Rasulullah
SAW mengatakan bahwa apabila musyawarah diantara umat Islam dalam keadaan
kepemimpinan yang baik dan orang kaya yang murah hati, maka permukaan bumi
(hidup) lebih baik dari perut bumi (mati).
D. Hukum Syura
Kedudukan
syura dalam alqur’an dan assunnah, disamping perannya yang amat besar dalam mewujudkan
sistem pemerintahan, memadukan masyarakat dan memadukan urusan rakyat, dengan
cepat maka para ulama menegaskan bahwa hukum syura adalah wajib atas penguasa Islam
di setiap tempat dan setiap zaman.
E. Syarat-syarat Anggota Syura
Syarat-syarat
bagi anggota Majelis Syura Islam adalah :
1.
‘Adalah (adil), berikut semua
persayaratannya
2.
Bertaqwa dan bersih
dari dosa kepada Allah dan umat
3.
Mengetahui
Al-qur’an dam As-Sunnah, serta ilmu bahasa, tafsir, ilmu hadits dan lainnya
4.
Berpengalaman
dalam masalah yang di musyawarahkan
5.
Berakal cerdas dan
matang
6.
Jujur dan amanah
F. Dalam Masalah Apa Syura Dilaksanakan
Berdasarkan
beberapa pendapat ulama penulis menyimpulkan bahwa, yang boleh dimusyawarahkan
adalah setiap perkara yang tidak ada nashnya. Oleh karenanya pemimpin Islam
boleh mengemukakan dalam majlis syuro semua persoalan Negara, baik
masalah-masalah keagamaan dan yang masuk dalam masalah ijthihadi ataupun
masalah-masalah duniawi.
G. Prinsip Mayoritas
Prinsip
mayoritas ini dilakukan setelah mengetahui arti, kedudukan dan haikat syura
dalam Islam. Pendapat mayoritas merupakan suatu kepastian pengambilan salah
satu pendapat yang diperselisihkan oleh Majelsi Syura.
Berdasarkan
sunnah Nabi SAW Nampak jelas bahwa beliau senantiasa mengambil pendapat
mayoritas, ketika terjadi perselisihan di antara para anggota majelis syura.
Pendapat
yang harus dikuatkan dan dipegang sesuai dengan banyak dalil yang disampaikan.
Sementara kelompok minoritas wajib mengikutinya, sekalipun amir berada pada
pihak minoritas.
Di
dalam Islam, tidak ada syura menyangkut masalah yang ada nash-nya, dan tidak
ada artinya pendapat mayoritas di hadapan nash.
3. IMAMAH ‘UZMA
A. Lintasan Sejarah Khilafah
Sejarah
panjang kepemimpinan umat Islam dimuali dari Nabi Adam as, kemudian anak
keturunannya dari para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya yang baik. NabiMuhammad
saw hadir sebagai penutup mata rantai kenabian dan kerasulan yang mulia. Sepeninggal
Nabi Muhammad saw, umat Islam dipimpin oleh khalifah,dst, yang sebagaimana
disebutkan Rasulullah saw.
“Dari
Nu’man bin Basyir, ia berkata : Kami duduk-duduk di Masjid Rasulullah saw, Basyir
adalah seorang yang tidak banyak bicara. Kemudian datang Abu Tsa’labah seraya berkata,
“Wahai Basyir bin Sa’d, apakah kamu hafal hadits Rasulullah saw tentang
para penguasa?” Maka Hudzaifah tampil seraya berkata, “Aku hafal khutbahnya.”
Lalu AbuTsa’labah duduk mendengarkan Hudzaifah berkata: Rasulullah saw
bersabda:
(1) Muncul
kenabian ditengah-tengah kamu selama masa yang dikehendaki Allah, kemudian Ia
akan mencabutnya ketika Ia menghendakinya.
(2)
Kemudian akan muncul khalifah sesuai dengan sistem kenabian selama masa yang
dikehendaki Allah, kemudian Ia akan mencabutnya ketika Ia menghendakinya.
(3)
Kemudian muncul “raja yang menggigit” selama masa yang dikehendak Allah,
kemudian Ia akan mencabutnya ketika Ia menghendakinya.
(4)
Kemudian akan muncul “raja yang diktator” selama masa yang dikehendaki Allah,
kemudian Ia akan mencabutnya ketiaka Ia menghendakinya.
(5) kemudian
akan muncul (lagi) khilafah sesuai dengan sistem kenabian …” (HR
Ahmad)
Menurut
para ulama, sekarang merupakan periode keempat, yaitu periode “raja yang
diktator”. Namun kita tidak tahu kapan Allah akan mencabutnya, sehingga munculah
kembali kekhalifaan uamt Islam.
B. Definisi Imamah
1.
Imam Menurut Bahasa dan Al Qur’an
Imam
menurut bahasa ialah :
- setiap
orang yang dianut oleh suatu kaum, baik mereka berada di jalan yang lurus
ataupun sesat.
- benang
yang diletakkan di atas bangunan, pada waktu membangunnya, untuk memelihara
kelurusannya.
- orang
yang menggiring unta, sekalipun ia berada di belakangnya.
Sedangkan menurut Al Qur’an, imam
adalah :
-
Orang yang
memimpin suatu kaum yang berada di jalan yang lurus (QS 2:124, Al Furqan 25:74,
Al Qashash 28:5)
-
Digunakan untuk
para pemimpin kesesatan (QS At Taubah 9:12, Al Qashash 28:41)
2.
Imam Menurut Para Ahli Tafsir dan Lainnya
Sedangkan
menurut para ahl itafsir ialah kepemimpinan umum dalam agama dan dunia sebagai
pengganti (khalifah) dari Nabi saw, atau yang juga disebut Imamah kubra. Sedangkan
imam sholat, imam masalah hadits atau fiqih disebut imamah sughra.
C. Hukum Mengangkat Imam
Mengangkat
Imam, Ibnu Hazm mengutip kesepakatan semua pihak dari Ahli Sunnah, Murji’ah,
Syi’ah dan Khawarij atas wajibnya mengangkat imam. Dan Allah telah mewajibkan
mentaati ulil amri (imam) setelah taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam
hal inikewajiban mengangkat imam merupakan kewajiban kolektif umat Islam, atau fardhu
kifayah.
D. Syarat-syarat Imam atau Khilafah
a.
‘Adalah (adil) berikut semua persyaratannya.
b.
Ilmu yang dapat
mengantarkan kepada ijtihad dalam berbagai kasus dan hukum.
c.
Sehat jasmani.
d.
Tidak memililki
cacat fisik.
e.
Mempunyai
pandangan yang bijak.
f.
Memiliki ketegasan
dan keberanian.
g.
Keturunan Quraisy,
namun untuk syarat yang ke tujuh ini masih banyak perdebatan. Menurut Ibnu
Hajar, orang Quraisy diistimewakan dalam kepemimpinan karena keistiqomahan
mereka kepada agama Allah SWT.Namun apabila terdapat orang yang lebih mampu
daripada orang Quraisy, maka ia harus diutamakan ketimbang orang di luar Quraisy.
4. TUJUAN JAMA’ATUL MUSLIMIN DAN SARANANYA
A. Tujuan
Khusus
a. Membina pribadi Muslim dan mengembalikan kepribadian Islam
b. Membina keluarga Islam dan mengembalikan karakteristik aslinya
c. Membina masyarakat Islam yang akan mencerminkan da’wah dan perilaku Islam
d. Mempersatukan umat Islam diseluruh penjuru dunia
B. Tujuan
Umum
a. Supaya manusia menyembah Rabb yang Maha Esa
b. Menjalankan prinsip amar ma’ruf nahi munkar
c. Menyampaikan da’wah Islam kepada seluruh manusia
d. Menghapus fitnah (kemusyrikan) dari muka bumi
e. Menaklukan Roma, Ibu Kota Italia. Karena di dalamnya terkandung pengukuhan
terhadap kenabian Muhammad saw.
f.
Memerangi semua
manusia hingga mereka bersaksi dengan kesaksian yang benar
C. Beberapa
Sarana Terpenting Jama’atul Muslimin Dalam Mencapai Tujuannya
1. Sarana
Terpenting Jama’atul Muslimin dalam Mencapai Tujuan Khusus
a. Wajib mengembalikan media massa, pengajaran, ekonomi dan alat-alat Negara
lainnya kepada Islam, supaya pengarahannya diatr sesuai dengan batas-batas dan
syari’at Islam.
b. Menghancurkan semua unsur kemunafikan dan kefasikan di dalam umat dan
membersihkan masyarakat daripadanya.
c. Mempersiapkan umat Islam sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan berbagai tuntutan
di masa datang.
2.
Sarana Terpenting Jama’atul Muslimin dalam Mencapai Tujuan Umum
a. Menjelaskan prinsip-prinsip Islam kepada semua manusia melalui berbagai mass
media di dalam Negara Islam.
b. Menuntut semua manusia agar masuk Islam,
c. Menuntut semua Negara, baik Negara Barat yang sekuler ataupun Negara
Timur yang Sosialis dan tidak beragama, untuk tunduk kepada ajaran-ajaran Islam
d. Mengumunkan jihad bersenjata, sesuai hukum dan tahapan-tahapan Jihad
serta sesuai program dan kapasitas Jama’atul Muslimin, dan terus menerus sampai
mencapai kemenangan.
BAGIAN DUA
JALAN MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN
I. HUKUM-HUKUM ISLAM
A.
Tidak Ada Sektorisasi Hukum Islam
a. Sejak awal Islam di bawah pimpinan Rasulullah
SAW mulai digelar di Makkah, turunlah pengarahan-pengarahan Rabbani seuai
dengan keperluan jama’ah, dan tuntutan tahapan yang dihadapi oleh jama’ah.
b Namun hal itu tidak berlaku sekarang, karena
pengarahan-pengarahan rabbani dan sunnah nabawi yang sudah turun secara
sempurna. Sehingga muslim dituntut melaksanakan seluruh pengarahan rabbani dan
sunnah nabawiyah dengan utuh tanpa adanya sektoralisasi.
B. Kapan Diterapkan Hukum Islam ?
Individu
atau jama’ah boleh menerapkan hukum Islam seuai dengan tuntutan keadaan dan posisinya
dalam kehidupan dan perkembangan kehidupannya, dengan syarat individu atau jama’ah
tersebut meyakini akan semua hukum Islam dan keberlangsungannya.
C. Pembagian Hukum Islam
Hukum
Islam dari segi hakikat dan caranya terbagi menjadi dua ,
Pertama,
substansi hukum. Contohnya : membaca Al Fatihah dan tasyahud dalam shalat.
Kedua,
cara pelaksanaan hukum. Contohnya : cara membaca Al Fatihah dan tempat tasyahud
dalam shalat
Sementara
Hukum Islam dari segi pelakunya terbagi menjadi dua :
Pertama,
hukum khusus bagi Muslim sebagai individu, dan
Kedua,
hukum khusus bagi jama’ah dalam jama’ah dari umat Islam.
Yang dimaksud “jama’ah dari umat Islam” yang dimaksud disini adalah kelompok
atau golongan yang membawa da’wah untuk menegakkan Jama’atul Muslimin pada masa
ketiadaannya, yaitu ada pemerintah yang memerintah umat dengan Kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya. Dan apabila pemerintah (khalifah) ini telah terwujud, Islam
melarang adanya lebih dari jama’ah atau partai.
II. KESADARAN PARA RASUL DAN PENGIKUT-PENGIKUTNYA
TERHADAP LANGKAH INI
A. Kesadaran Rasulullah SAW Akan Pentingnya Langkah
Ini
a.
Rasulullah
menyadari bahwa tugas yang diserahkan kepadanya tidak mungkin dilakukan oleh
satu orang manusia, tetapi memerlukan suatu jama’ah yang kuat yang akan
menerapkannya pada dirinya kemudian kepada segenap alam.
Sayyid Quthb ketika menafsirkan ayat “Qaulan tsaqila” (perkataan yang berat)
dalam Surat Al Muzzammil:5 mengatakan bahwa berat dalam ayat ini bukan pada
lafaz atau maknanya, tetapi berat pada tanggung jawab dan konsekwensinya. Maka
langkah pertama Rasulullah SAW adalah menegakkan dan mewujudkan jama’ah
tersebut.
b.
Rasulullah mengetahui
hal ini dari kitab qauliyah dan kauniyah, dari kitab yang terlihat beliau memahami bahwa setiap hal yang ada di bumi ini
saling membantu antara yang satu dengan yang lainnya menjadi satu kekuatan
(jama’ah) untuk melaksanakan satu misi.
c.
Rasulullah
mengetahui hal ini melalui kehidupan para Nabi dan Rasul sebelumnya didalam
wahyu yang diturunkan. Beliau mengetahui bahwa setiap Nabi yang mendapat
sambutan baik dari kaumnya, kemudian membentuk suatu jama’ah untuk mengemban
tugas dakwah, sehingga kekallah dakwah dan lembaran-lembaran ajarannya.
d.
Nabi SAW
mengungkapkan makna ini seperi sabdanya, yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas r.a
tentang Da’wah para nabi dan para jama’ahnya beserta balasanya di hari akhir
nanti : ada Nabi yang datang seorang diri, ada Nabi yang datang dengan satu
atau dua orang saja, Nabi Musa dengan jumlah jam’ah yang besar, dan pada
akhirnya terlihat jama’ah Nabi Muhammad yang lebih besar lagi.
B. Ibrahim as Menyadari Hakikat Ini (Membentuk
Jama’ah)
Dalam
perjalanan kepada Rabbnya Ibrahim a.s mengumumkan hakikat yang merupakan syarat
kemenangan da’wah ini, yaitu menegakkan jama’ah yang akan membawa da’wah dan
membelanya. Jika jama’ah ini tidak tegak, maka tidak akan pernah ada kemenangan
bagi dakwah. Hakikat ini telah dipahami Rasulullah SAW sejak awal dan harus
pula dipahami oleh setiap da’i Islam.
C. Rasulullah Menjelaskan Pentingnya Hakikat Ini
Rasulullah
mengungkapkan pentingnya jama’ah ini bagi keberhasilan da’wah dan menyatakan
bahwa jama’ah inilah yang akan menentukan eksis atau tidaknya da’wah Islam,
sebagaimana do’a beliau dalam Perang Badar :
“Ya Allah, jika kelompok (jama’ah) dari orang-orang
Islam ini hancur, maka Engkau tidak akan disembah lagi selamanya.” (HR Muslim)
D. Kesepakatan Para Pemimpin Islam Masa Kini
Para
pemimpin masa kini telah bersepakat atas wajibnya penegakan jama’ah ini :
-
Al Ma’ududi :
“Diantara sunnah-sunnah Allah di atas bumi ini ialah, bahwa dakwah (Islam) ini
harus diperjuangkan oleh orang-orang yang senantiasa memeliharanya dan mengatur
urusannya.”
-
Hasan Al Banna :
“Dakwah ini wajib dibawa oleh suatu jama’ah yang mempercayainya dan berjihad di
jalannya.”
-
Sayyid Quthb :
“Bagaimana proses kebangkitan Islam dimulai ? Sesungguhnya ia memerlukan kepada
golongan perintis yang menegakkan kewajiban ini.”
-
Said Hawwa :
“Satu-satunya penyelesaian ialahharus tegak jama’ah.”
-
Fathi Yakan :
“Rasulullah SAW tidak pernah sama sekali mengandalkan kepada kerja individual
(infiradi), tetapi seja awal beliau telah mngenjurkan penegakkan jama’ah.”
III. PARA DA’I ISLAM DAN LANGKAH PERTAMA RASULULLAH
SAW
A. Klasifikasi Para Da’i Berkaitan dengan Langkah
Ini
Para
da’i Islam di masa kini, yakni masa tiadanya Jama’atul Muslimin terbagi dua :
Pertama, para da’i di negara yang sudah ada satu atau beberapa jama’ah Islam
Kedua, para da’i di Negara yang belum ada sama sekali jama’ah yang berdakwah
kepada Islam.
A.1.Kewajiban
para Da’i di Negara yang terdapat satu jama’ah
Para
da’i Islam di suatu Negara yang sudah ada satu atau beberapa jama’ah yang
menyeru kepada Islam adalah tidak dibenarkan sama sekali mendirikan jama’ah
baru di Negara tersebut. Sebab berpotensi menimbulkan pertikaian dan
pertentangan yang tidak terbatas.
A.2. Kewajiban
Para Da’i di Negara yang Terdapat Beberapa Jama’ah
Apabila
di negara tersebut terdapat beberapa jama’ah yang berdakwah kepada Islam, maka
sikap yang harus diambil para da’i adalah menimbang prinsip-prinsip dan
pemikiran semua jama’ah yang ada dengan neraca Islam yang hanif. Sehingga
dapat diketahui manakah jama’ah yang lebih dekat prinsip-prinsip dan
pemikirannya dengan Islam. Selanjutnya mereka bergabung didalamnya dan berusaha
menyatukan seluruh jama’ah yang ada.
B. Kewajiban
Para Da’i di Negara yang Belum Terdapat Jama’ah
Kewajiban
pertama bagi mereka ialah mendirikan jama’ah.
BAGIAN TIGA
RAMBU – RAMBU SIRAH NABI SAW DALAM
MENEGAKKAN JAMA’AH
I. RAMBU PERTAMA DALAM SIRAH NABI SAW : MENYEBARKAN PRINSIP DA’WAH
A. Jalan yang Ditempuhnya dalam Penyebaran
Dalam
tahapan ini Rasulullah menempuh dua jalan:
1.
Kontak Pribadi (Ittishal Fardi)
Cara
ini oleh para ahli sirah Rasulullah disebut tahapan “sirriyah (rahasia) dalam
da’wah”
Da’wah Islam perlu menempuh jalan ini
dalam dua keadaan :
Pertama, pada permulaan da’wah dan penegakan
jama’ah
Kedua, pada saat pemerintah berkuasa
melarang para aktivis da’wah melakukan aktifitas da’wah secara terang-terangan
atau mengadakan pengajian umum.
2.
Kontak Umum (Ittisal Jama’i)
Cara ini oleh para ahli sirah disebut
tahapan da’wah secara terang-terangan.
Pada tahapan ini menggunakan berbagai
sarana untuk menyampaikan da’wahnya.
1) Mengumpulkan manusia dalam suatu jamuan makan dirumahnya
2) Mengumpulkan manusia diberbagai tempat, contoh di bukit Shafa
3) Pergi ketempat-tempat pertemuan manusia dan menyampaikan da’wah Allah kepada
mereka
4) Pergi ke berbagai negara untuk menyampaikan da’wah
5) Mengirim surat kepada para kepala suku dan raja
B. Aspek Penataan dalam Penyebaran Da’wah
a. Hendaknya para da’I menetukan prinsip yang akan dimulai penyebarannya
sesuai dengan kepentingan dalam da’wah.
b. Membuat kesepakatan bersama orang yang telah menerima da’wahnya dan
menyetujui prinsip yang ditentukannya agar masing-masing pribadi merekrut satu
orang dalam jangka waktu tertentu secara estafet.
II. RAMBU KEDUA DALAM SIRAH NABI SAW : PEMBENTUKAN
DA’WAH
A. Pengertian Takwin (Pembentukan)
Pembentukan
(takwin) ini merupakan tindak lanjut
dari rambu pertama, sirah Rasulullah SAW baik dalam kontak pribadi maupun jama’i. Rambu ini khusus bagi penerima
da’wah pada rambu pertama, sehingga pembentukan ini ditujukan pada orang-orang
yang telah menerima da’wah tersebut atas dasar-dasar da’wah, dan menshibghah
mereka sesuai dengan kandungan pemikiran-pemikiran dan ajaran da’wah.
B. Contoh Gerakan dalam Rambu Ini
Rambu
kedua ini merupakan penyempurna dan penyambung rambu pertama. Karena itu orang
yang berhenti pada rambu pertama saja dan tidak mau beralih ke rambu kedua
bersama-sama orang yang menerima da’wahnya pada rambu pertama, adalah orang
yang berda’wah tidak sesuai dengan manhaj Rasulullah SAW
C. Syi’ar Tahapan Ini
Syiar
tahapan ini adalah sesuai dengan pengarahan Allah kepada Nabi dan para da’i
dalam QS. Al-Kahfi : 28 yang berisi :
- Bersabar
atas kekurangan dan kesalahan-kesalahan orang yang menerima da’wahnya Nabi SAW,
bersabar atas banyaknya pertanyaan mereka, bersabar atas keraguan mereka dalam
menerima pengarahan.
- Tekun
meminta kesabaran mereka dalam menghadapi fitnah para musuh dakwah; disamping
menjelaskan karakterisitik jalan dakwah yang penuh kesulitan;
- Himbauan
agar Nabi tidak terpedaya oleh para penipu yang ingin menjauhkannya dari para
pengikut dakwahnya.
D. Sasaran Tahapan Ini
Sasaran
yang terpenting pada tahapan ini adalah mengubah akal ummi (jalalah) kepada ilmu, hikmah, dan ma’rifah, dan mengubah
moral dan perilakunya dari kesesatan dan kemerosotan kepada kebersihan dan
kesucian. Dan semua ini tidak dapat diwujudkan kecuali melalui tarbiyah (pembinaan) dan ta’lim sebagai esensi takwin (pembentukan).
E. Sisi Penataan dalam Rambu Ini
Pada
tahapan ini Rasulullah menempuh cara-cara tertentu, yakni :
a. Takwin dalam Tahapan Sirriyah
Rasulullah membagi orang yang telah yang
menerima da’wahnya dalam kelompok kecil (khalaya) 3 - 5 orang, yang mengadakan
pertemuan setiap hari atau berkala pada tempat dan waktu yang berlainan.
b. Takwin Pada Tahapan ‘Alaniyah (terang-terangan)
Rasulullah menerapkan beberapa cara yang berbeda dengan dakwah sirriyah
:
1) Membuat beberapa halaqah jama’iyah
dalam jumlah besar.
Rumah Al Arqam bin Abi’l Arqam
merupakan halaqoh takwin terbesar di
masa Rasulullah SAW, sebab di tempat ini berkumpul para sahabat yang berjumlah
40 orang lelaki dan perempuan untuk program takwin
dari Rasulullah SAW.
2) Mengadakan perjalanan (rihlah)
jama’iyah tertentu
3) Mengkondisikan situasi umum terhadap da’wah melalui khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah
umum
c. Takwin dalam Tahapan Sirriyah dan alaniyah
1) Dilakukan terang-terangan (‘alaniyah) dan diketahui semua orang. seperti
yang dilakukan pada tokoh Quraisy yang masuk Islam secara terang-terangan dan
mengajak untuk melaksanakan dan menerimanya. Demikian pula kisah Abu Bakar ra.
2) Dilakukan secara sembunyi (sirriyah) dan tidak diketahui oleh semua
orang, seperti yang dilakukan pada kaum yang lemah yang tidak memiliki dukungan
di hadapan serangan dan kekejaman kafir Quraisy.
III. RAMBU KETIGA DALAM SIRAH NABI SAW :
KONFRONTASI BERSENJATA TERHADAP MUSUH DA’WAH
A. Kedudukan Rambu Ini Diantara Kedua Rambu
Sebelumnya, Dan Pengertiannya
Karakter
rambu pertama adalah membagi manusia menjadi dua kelompok :
Pertama,
kelompok yang menerima prinsip-prinsip dakwah.
Kedua,
kelompok yang menentang prinsip-prinsip dakwah.
Kelompok
pertama menjadi bagian rambu kedua, yakni harus dibina dan dibentuk dengan
prinsip-prinsip dakwah.
Sedangkan
kelompok kedua menjadi bagian rambu ketiga, yakni harus dihadapi dengan
kekuatan bersenjata agar mereka mau menyerah kepada kekuatan dakwah.
Fungsi
rambu ketiga ialah mempertahankan kelompok yang masuk ke dalam takwin.
B. Menghadapi Penentang Da’wah Dalam Dua Periode
Sirah
Rasulullah SAW dapat dibagi dalam dua periode :
Pertama,
diawali dari kenabian sampai hijrah.
Kedua,
sejak Rasulullah SAW menetap di Madinah hingga wafatnya.
Syi’ar
dan sifat pada periode pertama ialah pelarangan segala bentuk serangan atau
perlawanan fisik, dengan tujuan untuk menjauhi medan perlawanan, menghindari
permusuhan, melakukan pembentukan kader-kader dakwah dan menyerahkan
perlawanannya pada Allah.
Sementara
pada periode kedua Syi’ar dan sifatnya adalah memerintahkan agar memaafkan,
berlapang dada dan bersabar terhadap provokasi pihak musuh, sampai dating
perintah Allah untuk ‘mengambil tindakan’ (perang) terhadap mereka.
C. Kapan Diadakan Konfrontasi ?
Konfrontasi
melawan kebathilan adalah wewenang khusus pimpinan tertinggi jama’ah selaku
pemegang kendali, dengan memperhatikan kemampuan dan kesiapan jama’ah untuk
menghadapi tahapan ini.
Adapun
ketentuan untuk menentukan titik tolak dalam melakukan konfrontasi bersenjata
melawan kebathilan adalah :
Pertama : Indepensi Tempat Tegaknya Jama’ah.
Artinya,
bahwa jama’ah tersebut harus berkuasa penuh terhadap bumi tempat berpijak dan
melaksanakan aktivitasnya.
Kedua : Jumlah Yang Memadai
Maksudnya,
angggota jama’ah yang akan bertempur hendaknya mencapai jumlah atau prosentase
tertentu dibandingkan tentara musuh.
IV. RAMBU KEEMPAT DALAM SIRAH NABI SAW : SIRRIYAH
DALAM KERJA MEMBINA JAMA’AH
A. Pengertian Sirriyah
Maksud
sirriyah dalam kerja membina jama’ah
ialah membatasi pengetahuan program kerja pada lingkungan pimpinan, setiap
individu tidak boleh mengetahui tugas anggota yang lain untuk mencegah
kebocoran tugas.
B. Kesalahan Memahami Sirriyah
Pertama,
memasukkan ajaran-ajaran Islan yang harus disebarluaskan sebagai sesuatu yang
harus dirahasiakan.
Kedua,
“mengobral” segala sesuatu di setiap tempat dan kepada siapa saja.
C. Pemahaman yang Dangkal Tentang Sirriyah
Sesungguhnya
sirriyah adalah sifat yang lekat atau
tak terpisahkan dari dakwah Rasulullah SAW dalam semua tahapannya sepanjang kehidupannyanya,
baik di Mekkah maupun di Madinah (bukan hanya tiga tahun saja sebagaimana
banyak dituliskan oleh ahli sejarah).
D. Kesimpulan Rambu Ini
Kesimpulan
rambu ini : Sirriyah merupakan ‘kotak’
tempat menyimpan program amal jama’i dan
‘tirai’ yang menutupi dan melindungi program tersebut, dan merupakan hal yang
penting serta harus dipegang teguh sepanjang gerakan pembinaan jama’ah.
Sirriyah di
sini hanya menyangkut aspek penataan (tanzhim)
saja, bukan menyangkut aspek pemikiran atau nilai-nilai Islam yang harus
dikemukakan.
V. RAMBU KELIMA DALAM SIRAH NABI SAW : BERSABAR
ATAS GANGGUAN MUSUH
A. Bersabar Pada Tahapan Takwin
Faktor
terpenting yang dapat melindungi jama’ah pada tahapan takwin adalah kesabaran seluruh anggota jama’ah dan keberhasilan
mereka meredam emosi dalam menghadapi setiap gangguan dan ejekan musuh.
B. Fenomena Pengulangan Perintah Bersabar
Berulang-ulangnya
perintah bersabar pada ayat-ayat Makiyyah (Al Muzzammil:10 dan Al Mudatsir :7) menunjukkan
pentingnya sifat ini dalam memelihara eksistensi jama’ah dan perlunya sifat ini
dimiliki oleh seluruh angoota jama’ah, terutama pada tahapan takwiniyah.
VI. RAMBU KEENAM DALAM SIRAH NABI SAW : MENGHINDARI
MEDAN PERTEMPURAN
A. Pengertian Menghindari Medan Pertempuran
Fikrah
menghindarkan anggota jama’ah dari medan pertempuran dengan melakukan hijrah,
adalah faktor yang dapat memelihara anggota jama’ah dari kekejaman Quraisy dan
meloloskan jama’ah dari penghancuran dan pemberangusan.
B. Pentingnya Rambu Ini dalam Melindungi Pembinaan
Jama’ah
Sesungguhnya
fikrah menjauhi konfrontasi pada tahapan
takwin dimana jama’ah belum kuat
melakukan konfrontasi adalah sikap yang diwajibkan Islam dan dituntut oleh
keadaan jama’ahnya pada tahapannya yang masih awal.
C. Pelaksanaan Rambu Ini dalam Kehidupan Rasulullah
SAW
Pelaksanaan
rambu ini dalam kehidupan Rasulullah SAW yang paling gemilang adalah kembalinya
kaum Muhajirin ke Mekkah sebagai “penakluk”, setelah berhimpun di suatu tempat
yang aman, yaitu Madinah.
BAGIAN KEEMPAT
TABI’AT JALAN MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN
A. Memahami Tabiat Jalan
Tabiat
jalan pertama yakni jalan ujian dan cobaan, namun akhirnya adalah surga (QS
AlBaqarah 2:214, Ali Imran 3:142, At Taubah 9:16 dan Al Ankabut 29:2-3).
Tabiat
jalan kedua adalah jalan kemenangan dan kekuasaan. Pada sisi inilahbanyak kaum
muslimin yang merasa berat untuk bergerak, lebih tertarik kepada aspek duniawi,
kemewahan dan kenikmatan materi.
Menyikapi
dua tabiat jalan ini, sikap Rasulullah SAW adalah bersabar dan tegar.
B. Macam-macam Tabiat Jalan
Tabiat
jalan banyak dibicarakan dalam Al Qur’an , tetapi bila disimpulkan hanya ada
dua kategori jalan, yakni : jalan
kebaikan dan jalan keburukan (QS Al
Anbiya 21:35)
C. Tujuan Tabiat Ini
Tujuan
dibalik tabiat jalan dakwah ini yaitu mengantarkan manusia kepada kualitas
kerja terbaik (QS Al Kahfi 18:7 dan Al Mulk :2).
D. Tabiat Jalan : Salah Satu Sunnatullah
Allah
menjelaskan tabiat jalan ini sebagai salah satu sunnah-Nya, dan berlaku pada
kaum muslimin secara umum, terutama manusia-manusia pilihan dari para Nabi dan
Rasul, kemudian orang-orang yang derajat keimanannya di bawah mereka, dan
seterusnya.
Kesimpulan Bab Ini
Tabiat
jalan dakwah ini sangat berat dirasakan oleh jiwa manusia, tetapi harus dilalui
oleh gerakan Islam yang ingin mencapai tujuannya karena hanya itu satu-satunya
jalan menuju surga.
Tabiat
jalan ini beraneka ragam : mungkin
berbentuk kamar-kamar penjara, alat-alat siksa yang menakutkan hingga
tiang gantungan. Mungkin juga berbentuk kemewahan dan kemegahan, ghurur (keterpedayaan diri) yang melupakan
Allah dan akhirat.
Sasaran
jalan dakwah ini adalah untuk mengetahui yang shalih dan thalih,
membuang yang jelek dari yang baik dan membersihkan barisan dari unsur-unsur
yang akan mengakibatkan kehancuran.
---- sah ---
izin copas y mas
BalasHapusIzin Copas juga ya.
BalasHapusterimakasih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerima kasih,ilmu yang bermanfaat
BalasHapusizin copas
BalasHapusSangat bermanfaat, terima kasih. Ijin copy ya mas.
BalasHapusIjin copas..trmksh
BalasHapusIjin copas
BalasHapusizin copas min 😁
BalasHapusJazakallohu khairan.izin copyright y ustadz
BalasHapusizin copas min
BalasHapusizin copas min
BalasHapusizin copas min
BalasHapus