Jumat, 12 Juni 2015

Resume Buku "MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN” Telaah Sistem Jama’ah dalam Gerakan Islam








PENDAHULUAN

Jama’ah menurut bahasa diartikan dengan “sejumlah besar manusia” atau “sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama”. Sementara jama’ah menurut syari’at , berdasarkan beberapa hadits Rasulullah SAW :
a. Jama’ah ialah para penganut Islam apabila bersepakat atas suatu perkara; dan para pengikut agama lain diwajibkan mengikuti mereka.
b. Jama’ah ialah masyarakat umum dari penganut Islam.
c. Jama’ah ialah kelompok utama mujtahidin.
d. Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin apabila menyepakati seorang amir.
e. Jama’ah ialah para sahabat ra. secara khusus.
Jama’ah adalah jama’atul muslimin.  Sehingga Jama’atul Muslimin adalah masyarakat umum dari penganut Islam yang apabila bersepakat atas suatu perkara, dan menyepakati untuk memilih seorang amir.
Jama’atul muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur, dan merupakan ikatan yang kokoh yang apabila dia hancur, maka akan hancur pula ikatan-ikatan Islam lainnya, pasif hukum-hukumnya, hilang syar’i syar’iannya.  Jama’ah ini adalah jama’ah yang diperintahkan oleh Al Qur;an dan as Sunnah untuk dijaga, dipelihara kesatuannya, dilindungi keutuhannya dan dicegah dari setiap ancaman dan rongrongan akan merusaknya. (QS: 3: 103, 105, QS 30:31-32)
Sesuai dengan pengertian syar’i, untuk saat sekarang ini Jama’atul Muslimin boleh dikatakan tidak ada lagi. Karena yang ada pada saat ini hanyalah jama’ah bagi sebagian kaum muslimin (Jama’atu min Jama’atil Muslimin), dan Negara bagi sebagian kaum muslimin bukan jama’ah seluruh kaum muslimin dan bukan Negara seluruh kaum muslimin. Tidak adanya jama’atul muslimin saat ini menjadikan kondisi umat memprihatinkan, hukum-hukum Islam tidak ditegakkan dan sistem-sistem diimpor dari Timur dan Barat. Karena itulah pentingnya saat ini umat Islam secara keseluruhan untuk mewujudkan jama’ah ini di dalam umat yang menyepakati seorang amir bagi mereka sehingga ia menjadi pemerintah dan khilafah Islam yang harus memperoleh loyalitas dan pembelaan di semua lapisan.
Tidak ada khalifah tanpa jama’ah dan tidak ada jama’ah tanpa pemerintahan. Tidak ada pemerintahan tanpa kepemimpinan dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan. Karena itu penegakan pemerintahan merupakan dharurah dan faridhah untuk meningkatkan kualitas intelektual dan pembinaan generasi Muda Muslim. Mewujudkannya merupakan fardhu ‘ain bagi umat Islam seluruhnya dan merupakan tuntutan zaman sehingga negara itu tegak.

 
BAGIAN PERTAMA
STRUKTUR ORGANISASI JAMA’ATUL MUSLIMIN

1. UMAT ISLAM
A.  Menurut Bahasa
Umat menurut bahasa adalah kaum, jama’ah dan golongan manusia.
Raghib Al-Ashfahany  mengatakan  : “umat adalah setiap jama’ah yang disatukan oleh satu hal, satu zaman, satu agama atau satu tempat, baik faktor pemersatu itu dipaksakan maupun berdasarkan suatu pilihan”.
B. Secara Geografis
Titik tolak pembebasan umat Islam dimulai dari kawasan Darul ‘Adl yaitu Darul Islam. Darul Islam itu sendiri mungkin menjadi Darul Baghyi yang dikuasai para pemberontak, atau mungkin menjadi Darur Riddah yang dikuasai oleh orang-orang murtad, atau mungkin menjadi Darul Bid’ah yang dikuasai oleh orang-orang ahli bid’ah.
Negeri-negeri yang disebut Darul Islam ini berhadapan dengan Darul Harb yang dikuasai oleh non-muslim (kafir) maupun sekuler. Negara yang disebut sebagai Negara Islam yang sebenarnya ialah Negara yang dikuasai oleh kekuasaan Negara keadilan (Al Adl), yaitu Negara yang menegakkan Islam dan melindungi hukum-hukumnya serta dipimpin oleh seorang khalifah pemegang imamah ‘uzhma.
Batas-batas tanah air Islam ini meluas sesuai meluasnya kekuasaan Darul ‘Adl dan menjangkau Darul Harb melalui jihad dan fath (penaklukkan). Karena sesunggunya seluruh wilayah bumi ini pada asalnya adalah milik kaum muslimin dan karenanya setiap pendudukan oleh ahlul bathil terhadap sebagian bumi ini merupakan perampasan secara tidak sah akan umat Islam.
C.  Akar Sejarah Umat Islam
Akar sejarah umat Islam adalah manusia pertama di atas bumi yakni nabi Adam a.s
D. Periode Umat Islam
Dibagi menjadi 2 periodisasi
Pertama, periode sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Pada periode ini kenabian dan kerasulan diutus  pada kaum tertentu, dengan diutusnya Nabi dan Rasul pada kaum tertentu atau Negara tertentu.
Kedua,Dimulai dengan bi’tsah Nabi Muhammad, pada tahun ini dimulai da’wah beralih dari rangka ke rangka ke kauman yang terbatas , menjadi kerangka kekauman yang bersifat umum.
E. Pembagian Umat
Umat dibagi menjadi dua:
Pertama,umat yang menyambut dan menerima da’wah Rasulullah yang masuk Islam secara Kaffah. Golongan ini disebut umat Muhammad SAW yang menerima da’wah. 
Kedua, golongan yang tidak mau menyambut dan menerima da’wah Muhammad SAW dan tidak masuk ke dalam Islam secara kaffah. Inilah golongan yang harus dida’wahi, karena sejatinya ia wajib menerima da’wah, sehingga umat islam harus memasukkannya ke dalam dien Allah.
F. Karakteristik Umat Islam
1.         Ciri Khas Pertama : Aqidah yang bersih dari segala bentuk kemusyrikan dan pengakuan terhadap keesaan Allah dalam Uluhiyah dan Rububiyah, dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya.
2.         Ciri Khas Kedua : Aqidah yang bersifat komprehensif dan menyeluruh
3.         Ciri Khas Ketiga : Manhaj umat Islam bersifat Rabbani secara murni karena ia diturunkan dan dipelihara oleh Allah.
4.         Ciri Khas Keempat : Kesempurnaan manhajnya, bebas dari hawa nafsu dan kelemahan manusia dan  yang menjadikan umat islam lurus dan kokoh dalammencapai tujuannya
5.         Ciri Khas Kelima : Prinsip pertengahan dan keadilan dalam setiap persoalan.
Sayyid Quthb menyebutkan hal-hal yang membuat Islam menjadi “umat pertengahan” adalah :
a. Pertengahan dalam masalah pandangan dan keyakinan,
b. Pertengahan dalam pengorganisasian dan konsolidasi,
c. Pertengahan dalam segi pikiran dan perasaan,
d. Pertengahan dalam berbagai hubungan dan keterikatan,
e. Pertengahan dalam zaman, dan
f. Pertengahan dalam letak kawasan.
G.  Unsur Kesatuan Umat Islam
1.       Kesatuan Aqidah             à Kalimat Tauhid “Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah”
2.       Kesatuan Ibadah                              à Rukun Islam
3.       Kesatuan Adat dan Perilaku à bersumber dari Rasulullah SAW
4.       Kesatuan Sejarah                             à sejarah Islam yang gemilang
5.       Kesatuan Bahasa                             à bahasa Arab yang menjadi bahasanya Al Qur’an
6.       Kesatuan Jalan                  àjalan para Nabi dan Rasul
7.       Kesatuan Dustur (UU)  à Al Qur’an dan As Sunnah
8.       Kesatuan Pimpinan                        à Rasulullah SAW dan Khalifah
2. SYURA (MUSYAWARAH)
A. Syura menurut Bahasa dan Kedudukannya di Dalam Kehidupan Manusia
Syura ialah mengeluarkan berbagai pendapat tentang suatu masalah untuk dikaji dan diketahui berbagaiaspeknya sehingga dapat dicapai kebaikan dan dihindari kesalahan.
Syura secara bahasa :
-          Memintakeluarkan
-          Menguji sesuatu untuk mengetahui ihwalnya.
Syura berfungsi sebagai ahlul aqdi wal hilli (dewan perwakilan rakyat).
Musyawarah dapat berarti meminta pendapat dari para ahli tentang suatu masalah, meminta penjelasan, dan menguji berbagai masalah dengan pendapat orang lain.
Majelis Syura ialah majelis yang dibentuk untuk membahas urusan-urusan Negara.
B. Syura adalah Tabiat manusia
Prinsip syuro merupakan fitrah manusia, sadar atau tidak manusia seringkali melakukan aktifitas musyawarah ini, walaupun dalam bentuk yang kecil. Sepertimenentukan akan makan malam dengan apa bersama teman, apalagi dalam bentuk yang besar seperti menentukan sebuah peraturan atau undang-undang.
C. Pentingnya Syura dalam Islam
Syuro merupakan dasar yang utama dan sifat yang melekat dalam tubuh umat Islam. Tanpa syura, umat Islam akan kehilangan kemaslahatan dan kebaikannya, seperti halnya jika umat Islam meninggalkan zakat atau puasa.
Syura disebutkan Allah SWT bersama iman, tawwakal kepada-Nya, menjauhi dosa-dosa besar dan wajib berpegang teguh kepada adab Islam pada waktu marah. Juga disebutkan perintah menyambut seruan Allah, kewajiban menegakkan sholat, infaq dan jihad (QS Asy Syura : 36-39).
Rasulullah SAW mengatakan bahwa apabila musyawarah diantara umat Islam dalam keadaan kepemimpinan yang baik dan orang kaya yang murah hati, maka permukaan bumi (hidup) lebih baik dari perut bumi (mati).
D. Hukum Syura
Kedudukan syura dalam alqur’an dan assunnah, disamping perannya yang amat besar dalam mewujudkan sistem pemerintahan, memadukan masyarakat dan memadukan urusan rakyat, dengan cepat maka para ulama menegaskan bahwa hukum syura adalah wajib atas penguasa Islam di setiap tempat dan setiap zaman.
E. Syarat-syarat Anggota Syura
Syarat-syarat bagi anggota Majelis Syura Islam adalah :
1.         ‘Adalah (adil), berikut semua persayaratannya
2.         Bertaqwa dan bersih dari dosa kepada Allah dan umat
3.         Mengetahui Al-qur’an dam As-Sunnah, serta ilmu bahasa, tafsir, ilmu hadits dan lainnya
4.         Berpengalaman dalam masalah yang di musyawarahkan
5.         Berakal cerdas dan matang
6.         Jujur dan amanah
F. Dalam Masalah Apa Syura Dilaksanakan
Berdasarkan beberapa pendapat ulama penulis menyimpulkan bahwa, yang boleh dimusyawarahkan adalah setiap perkara yang tidak ada nashnya. Oleh karenanya pemimpin Islam boleh mengemukakan dalam majlis syuro semua persoalan Negara, baik masalah-masalah keagamaan dan yang masuk dalam masalah ijthihadi ataupun masalah-masalah duniawi.
G. Prinsip Mayoritas
Prinsip mayoritas ini dilakukan setelah mengetahui arti, kedudukan dan haikat syura dalam Islam. Pendapat mayoritas merupakan suatu kepastian pengambilan salah satu pendapat yang diperselisihkan oleh Majelsi Syura.
Berdasarkan sunnah Nabi SAW Nampak jelas bahwa beliau senantiasa mengambil pendapat mayoritas, ketika terjadi perselisihan di antara para anggota majelis syura.
Pendapat yang harus dikuatkan dan dipegang sesuai dengan banyak dalil yang disampaikan. Sementara kelompok minoritas wajib mengikutinya, sekalipun amir berada pada pihak minoritas.
Di dalam Islam, tidak ada syura menyangkut masalah yang ada nash-nya, dan tidak ada artinya pendapat mayoritas di hadapan nash.

3. IMAMAH ‘UZMA
A. Lintasan Sejarah Khilafah
Sejarah panjang kepemimpinan umat Islam dimuali dari Nabi Adam as, kemudian anak keturunannya dari para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya yang baik. NabiMuhammad saw hadir sebagai penutup mata rantai kenabian dan kerasulan yang mulia. Sepeninggal Nabi Muhammad saw, umat Islam dipimpin oleh khalifah,dst, yang sebagaimana disebutkan Rasulullah saw.
“Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata : Kami duduk-duduk di Masjid Rasulullah saw, Basyir adalah seorang yang tidak banyak bicara. Kemudian datang Abu Tsa’labah seraya berkata, “Wahai Basyir bin Sa’d, apakah kamu hafal hadits Rasulullah saw tentang para penguasa?” Maka Hudzaifah tampil seraya berkata, “Aku hafal khutbahnya.” Lalu AbuTsa’labah duduk mendengarkan Hudzaifah berkata: Rasulullah saw bersabda:
(1) Muncul kenabian ditengah-tengah kamu selama masa yang dikehendaki Allah, kemudian Ia akan mencabutnya ketika Ia menghendakinya.
(2) Kemudian akan muncul khalifah sesuai dengan sistem kenabian selama masa yang dikehendaki Allah, kemudian Ia akan mencabutnya ketika Ia menghendakinya.
(3) Kemudian muncul “raja yang menggigit” selama masa yang dikehendak Allah, kemudian Ia akan mencabutnya ketika Ia menghendakinya.
(4) Kemudian akan muncul “raja yang diktator” selama masa yang dikehendaki Allah, kemudian Ia akan mencabutnya ketiaka Ia menghendakinya.
(5) kemudian akan muncul (lagi) khilafah sesuai dengan sistem kenabian …”  (HR Ahmad)
Menurut para ulama, sekarang merupakan periode keempat, yaitu periode “raja yang diktator”. Namun kita tidak tahu kapan Allah akan mencabutnya, sehingga munculah kembali kekhalifaan uamt Islam.
B. Definisi Imamah
1. Imam Menurut Bahasa dan Al Qur’an
Imam menurut bahasa ialah :
-     setiap orang yang dianut oleh suatu kaum, baik mereka berada di jalan yang lurus ataupun sesat.
-     benang yang diletakkan di atas bangunan, pada waktu membangunnya, untuk memelihara kelurusannya.
-     orang yang menggiring unta, sekalipun ia berada di belakangnya.

Sedangkan menurut Al Qur’an, imam adalah :
-       Orang yang memimpin suatu kaum yang berada di jalan yang lurus (QS 2:124, Al Furqan 25:74, Al Qashash 28:5)
-       Digunakan untuk para pemimpin kesesatan (QS At Taubah 9:12, Al Qashash 28:41)

2. Imam Menurut Para Ahli Tafsir dan Lainnya
Sedangkan menurut para ahl itafsir ialah kepemimpinan umum dalam agama dan dunia sebagai pengganti (khalifah) dari Nabi saw, atau yang juga disebut Imamah kubra. Sedangkan imam sholat, imam masalah hadits atau fiqih disebut imamah sughra.
C. Hukum Mengangkat Imam
Mengangkat Imam, Ibnu Hazm mengutip kesepakatan semua pihak dari Ahli Sunnah, Murji’ah, Syi’ah dan Khawarij atas wajibnya mengangkat imam. Dan Allah telah mewajibkan mentaati ulil amri (imam) setelah taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam hal inikewajiban mengangkat imam merupakan kewajiban kolektif umat Islam, atau fardhu kifayah.
D. Syarat-syarat Imam atau Khilafah
a.         ‘Adalah (adil) berikut semua persyaratannya.
b.         Ilmu yang dapat mengantarkan kepada ijtihad dalam berbagai kasus dan hukum.
c.         Sehat jasmani.
d.         Tidak memililki cacat fisik.
e.         Mempunyai pandangan yang bijak.
f.          Memiliki ketegasan dan keberanian.
g.         Keturunan Quraisy, namun untuk syarat yang ke tujuh ini masih banyak perdebatan. Menurut Ibnu Hajar, orang Quraisy diistimewakan dalam kepemimpinan karena keistiqomahan mereka kepada agama Allah SWT.Namun apabila terdapat orang yang lebih mampu daripada orang Quraisy, maka ia harus diutamakan ketimbang orang di luar Quraisy.
4. TUJUAN JAMA’ATUL MUSLIMIN DAN SARANANYA
A. Tujuan Khusus
a.       Membina pribadi Muslim dan mengembalikan kepribadian Islam
b.       Membina keluarga Islam dan mengembalikan karakteristik aslinya
c.       Membina masyarakat Islam yang akan mencerminkan da’wah dan perilaku Islam
d.       Mempersatukan umat Islam diseluruh penjuru dunia
B. Tujuan Umum
a.       Supaya manusia menyembah Rabb yang Maha Esa
b.       Menjalankan prinsip amar ma’ruf nahi munkar
c.       Menyampaikan da’wah Islam kepada seluruh manusia
d.       Menghapus fitnah (kemusyrikan) dari muka bumi
e.       Menaklukan Roma, Ibu Kota Italia. Karena di dalamnya terkandung pengukuhan terhadap kenabian Muhammad saw.
f.        Memerangi semua manusia hingga mereka bersaksi dengan kesaksian yang benar
C. Beberapa Sarana Terpenting Jama’atul Muslimin Dalam Mencapai Tujuannya
1. Sarana Terpenting Jama’atul Muslimin dalam Mencapai Tujuan Khusus
a.       Wajib mengembalikan media massa, pengajaran, ekonomi dan alat-alat Negara lainnya kepada Islam, supaya pengarahannya diatr sesuai dengan batas-batas dan syari’at Islam.
b.       Menghancurkan semua unsur kemunafikan dan kefasikan di dalam umat dan membersihkan masyarakat daripadanya.
c.       Mempersiapkan umat Islam sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan berbagai tuntutan di masa datang.
2. Sarana Terpenting Jama’atul Muslimin dalam Mencapai Tujuan Umum
a.       Menjelaskan prinsip-prinsip Islam kepada semua manusia melalui berbagai mass media di dalam Negara Islam.
b.       Menuntut semua manusia agar masuk Islam,
c.       Menuntut semua Negara, baik Negara Barat yang sekuler ataupun Negara Timur yang Sosialis dan tidak beragama, untuk tunduk kepada ajaran-ajaran Islam
d.       Mengumunkan jihad bersenjata, sesuai hukum dan tahapan-tahapan Jihad serta sesuai program dan kapasitas Jama’atul Muslimin, dan terus menerus sampai mencapai kemenangan.

BAGIAN DUA
JALAN MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN

I. HUKUM-HUKUM ISLAM
A. Tidak Ada Sektorisasi Hukum Islam
a. Sejak awal Islam di bawah pimpinan Rasulullah SAW mulai digelar di Makkah, turunlah pengarahan-pengarahan Rabbani seuai dengan keperluan jama’ah, dan tuntutan tahapan yang dihadapi oleh jama’ah.
b Namun hal itu tidak berlaku sekarang, karena pengarahan-pengarahan rabbani dan sunnah nabawi yang sudah turun secara sempurna. Sehingga muslim dituntut melaksanakan seluruh pengarahan rabbani dan sunnah nabawiyah dengan utuh tanpa adanya sektoralisasi.
B. Kapan Diterapkan Hukum Islam ?
Individu atau jama’ah boleh menerapkan hukum Islam seuai dengan tuntutan keadaan dan posisinya dalam kehidupan dan perkembangan kehidupannya, dengan syarat individu atau  jama’ah tersebut meyakini akan semua hukum Islam dan keberlangsungannya.
C. Pembagian Hukum Islam
Hukum Islam dari segi hakikat dan caranya terbagi menjadi dua ,
Pertama, substansi hukum. Contohnya : membaca Al Fatihah dan tasyahud dalam shalat.
Kedua, cara pelaksanaan hukum. Contohnya : cara membaca Al Fatihah dan tempat tasyahud dalam shalat
Sementara Hukum Islam dari segi pelakunya terbagi menjadi dua :
Pertama, hukum khusus bagi Muslim sebagai individu, dan
Kedua, hukum khusus bagi jama’ah dalam jama’ah dari umat Islam.
Yang dimaksud “jama’ah dari umat Islam” yang dimaksud disini adalah kelompok atau golongan yang membawa da’wah untuk menegakkan Jama’atul Muslimin pada masa ketiadaannya, yaitu ada pemerintah yang memerintah umat dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Dan apabila pemerintah (khalifah) ini telah terwujud, Islam melarang adanya lebih dari jama’ah atau partai.

II. KESADARAN PARA RASUL DAN PENGIKUT-PENGIKUTNYA TERHADAP LANGKAH INI
A. Kesadaran Rasulullah SAW Akan Pentingnya Langkah Ini
a.         Rasulullah menyadari bahwa tugas yang diserahkan kepadanya tidak mungkin dilakukan oleh satu orang manusia, tetapi memerlukan suatu jama’ah yang kuat yang akan menerapkannya pada dirinya kemudian kepada segenap alam.
Sayyid Quthb ketika menafsirkan ayat “Qaulan tsaqila” (perkataan yang berat) dalam Surat Al Muzzammil:5 mengatakan bahwa berat dalam ayat ini bukan pada lafaz atau maknanya, tetapi berat pada tanggung jawab dan konsekwensinya. Maka langkah pertama Rasulullah SAW adalah menegakkan dan mewujudkan jama’ah tersebut.
b.         Rasulullah mengetahui hal ini dari kitab qauliyah dan kauniyah, dari kitab yang terlihat beliau  memahami bahwa setiap hal yang ada di bumi ini saling membantu antara yang satu dengan yang lainnya menjadi satu kekuatan (jama’ah) untuk melaksanakan satu misi.
c.         Rasulullah mengetahui hal ini melalui kehidupan para Nabi dan Rasul sebelumnya didalam wahyu yang diturunkan. Beliau mengetahui bahwa setiap Nabi yang mendapat sambutan baik dari kaumnya, kemudian membentuk suatu jama’ah untuk mengemban tugas dakwah, sehingga kekallah dakwah dan lembaran-lembaran ajarannya.
d.         Nabi SAW mengungkapkan makna ini seperi sabdanya, yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas r.a tentang Da’wah para nabi dan para jama’ahnya beserta balasanya di hari akhir nanti : ada Nabi yang datang seorang diri, ada Nabi yang datang dengan satu atau dua orang saja, Nabi Musa dengan jumlah jam’ah yang besar, dan pada akhirnya terlihat jama’ah Nabi Muhammad yang lebih besar lagi.

B. Ibrahim as Menyadari Hakikat Ini (Membentuk Jama’ah)
Dalam perjalanan kepada Rabbnya Ibrahim a.s mengumumkan hakikat yang merupakan syarat kemenangan da’wah ini, yaitu menegakkan jama’ah yang akan membawa da’wah dan membelanya. Jika jama’ah ini tidak tegak, maka tidak akan pernah ada kemenangan bagi dakwah. Hakikat ini telah dipahami Rasulullah SAW sejak awal dan harus pula dipahami oleh setiap da’i Islam.
C. Rasulullah Menjelaskan Pentingnya Hakikat Ini
Rasulullah mengungkapkan pentingnya jama’ah ini bagi keberhasilan da’wah dan menyatakan bahwa jama’ah inilah yang akan menentukan eksis atau tidaknya da’wah Islam, sebagaimana do’a beliau dalam Perang Badar :
“Ya Allah, jika kelompok (jama’ah) dari orang-orang Islam ini hancur, maka Engkau tidak akan disembah lagi selamanya.” (HR Muslim)

D. Kesepakatan Para Pemimpin Islam Masa Kini
Para pemimpin masa kini telah bersepakat atas wajibnya penegakan jama’ah ini :
-          Al Ma’ududi : “Diantara sunnah-sunnah Allah di atas bumi ini ialah, bahwa dakwah (Islam) ini harus diperjuangkan oleh orang-orang yang senantiasa memeliharanya dan mengatur urusannya.”
-          Hasan Al Banna : “Dakwah ini wajib dibawa oleh suatu jama’ah yang mempercayainya dan berjihad di jalannya.”
-          Sayyid Quthb : “Bagaimana proses kebangkitan Islam dimulai ? Sesungguhnya ia memerlukan kepada golongan perintis yang menegakkan kewajiban ini.”
-          Said Hawwa : “Satu-satunya penyelesaian ialahharus tegak jama’ah.”
-          Fathi Yakan : “Rasulullah SAW tidak pernah sama sekali mengandalkan kepada kerja individual (infiradi), tetapi seja awal beliau telah mngenjurkan penegakkan jama’ah.”
III. PARA DA’I ISLAM DAN LANGKAH PERTAMA RASULULLAH SAW
A. Klasifikasi Para Da’i Berkaitan dengan Langkah Ini
Para da’i Islam di masa kini, yakni masa tiadanya Jama’atul Muslimin terbagi dua :
Pertama, para da’i di negara yang sudah ada satu atau beberapa jama’ah Islam
Kedua, para da’i di Negara yang belum ada sama sekali jama’ah yang berdakwah kepada Islam.
A.1.Kewajiban para Da’i di Negara yang terdapat satu jama’ah
Para da’i Islam di suatu Negara yang sudah ada satu atau beberapa jama’ah yang menyeru kepada Islam adalah tidak dibenarkan sama sekali mendirikan jama’ah baru di Negara tersebut. Sebab berpotensi menimbulkan pertikaian dan pertentangan yang tidak terbatas.
A.2. Kewajiban Para Da’i di Negara yang Terdapat Beberapa Jama’ah
Apabila di negara tersebut terdapat beberapa jama’ah yang berdakwah kepada Islam, maka sikap yang harus diambil para da’i adalah menimbang prinsip-prinsip dan pemikiran semua  jama’ah yang ada dengan neraca Islam yang hanif. Sehingga dapat diketahui manakah jama’ah yang lebih dekat prinsip-prinsip dan pemikirannya dengan Islam. Selanjutnya mereka bergabung didalamnya dan berusaha menyatukan seluruh jama’ah yang ada.
B. Kewajiban Para Da’i di Negara yang Belum Terdapat Jama’ah
 Kewajiban pertama bagi mereka ialah mendirikan jama’ah.



BAGIAN TIGA
RAMBU – RAMBU SIRAH NABI SAW DALAM MENEGAKKAN JAMA’AH

I. RAMBU PERTAMA DALAM SIRAH NABI SAW :  MENYEBARKAN PRINSIP DA’WAH
A. Jalan yang Ditempuhnya dalam Penyebaran
Dalam tahapan ini Rasulullah menempuh dua jalan:
1.     Kontak Pribadi (Ittishal Fardi)
Cara ini oleh para ahli sirah Rasulullah disebut tahapan “sirriyah (rahasia) dalam da’wah”
Da’wah Islam perlu menempuh jalan ini dalam dua keadaan :
Pertama, pada permulaan da’wah dan penegakan jama’ah
Kedua, pada saat pemerintah berkuasa melarang para aktivis da’wah melakukan aktifitas da’wah secara terang-terangan atau mengadakan pengajian umum.

2.     Kontak Umum (Ittisal Jama’i)
Cara ini oleh para ahli sirah disebut tahapan da’wah secara terang-terangan.
Pada tahapan ini menggunakan berbagai sarana untuk menyampaikan da’wahnya.
1)       Mengumpulkan manusia dalam suatu jamuan makan dirumahnya
2)       Mengumpulkan manusia diberbagai tempat, contoh di bukit Shafa
3)       Pergi ketempat-tempat pertemuan manusia dan menyampaikan da’wah Allah kepada mereka
4)       Pergi ke berbagai negara untuk menyampaikan da’wah
5)       Mengirim surat kepada para kepala suku dan raja
B. Aspek Penataan dalam Penyebaran Da’wah
a.     Hendaknya para da’I menetukan prinsip yang akan dimulai penyebarannya sesuai dengan kepentingan dalam da’wah.
b.    Membuat kesepakatan bersama orang yang telah menerima da’wahnya dan menyetujui prinsip yang ditentukannya agar masing-masing pribadi merekrut satu orang dalam jangka waktu tertentu secara estafet.
II. RAMBU KEDUA DALAM SIRAH NABI SAW : PEMBENTUKAN DA’WAH
A. Pengertian Takwin (Pembentukan)
Pembentukan (takwin) ini merupakan tindak lanjut dari rambu pertama, sirah Rasulullah SAW baik dalam kontak pribadi maupun jama’i. Rambu ini khusus bagi penerima da’wah pada rambu pertama, sehingga pembentukan ini ditujukan pada orang-orang yang telah menerima da’wah tersebut atas dasar-dasar da’wah, dan menshibghah mereka sesuai dengan kandungan pemikiran-pemikiran dan ajaran da’wah.
B. Contoh Gerakan dalam Rambu Ini
Rambu kedua ini merupakan penyempurna dan penyambung rambu pertama. Karena itu orang yang berhenti pada rambu pertama saja dan tidak mau beralih ke rambu kedua bersama-sama orang yang menerima da’wahnya pada rambu pertama, adalah orang yang berda’wah tidak sesuai dengan manhaj Rasulullah SAW
C. Syi’ar Tahapan Ini
Syiar tahapan ini adalah sesuai dengan pengarahan Allah kepada Nabi dan para da’i dalam QS. Al-Kahfi : 28 yang berisi :
-     Bersabar atas kekurangan dan kesalahan-kesalahan orang yang menerima da’wahnya Nabi SAW, bersabar atas banyaknya pertanyaan mereka, bersabar atas keraguan mereka dalam menerima pengarahan.
-     Tekun meminta kesabaran mereka dalam menghadapi fitnah para musuh dakwah; disamping menjelaskan karakterisitik jalan dakwah yang penuh kesulitan;
-     Himbauan agar Nabi tidak terpedaya oleh para penipu yang ingin menjauhkannya dari para pengikut dakwahnya.

D. Sasaran Tahapan Ini
Sasaran yang terpenting pada tahapan ini adalah mengubah akal ummi (jalalah) kepada ilmu, hikmah, dan ma’rifah, dan mengubah moral dan perilakunya dari kesesatan dan kemerosotan kepada kebersihan dan kesucian. Dan semua ini tidak dapat diwujudkan kecuali melalui tarbiyah (pembinaan) dan ta’lim sebagai esensi takwin (pembentukan).
E. Sisi Penataan dalam Rambu Ini
Pada tahapan ini Rasulullah menempuh cara-cara tertentu, yakni :
a.     Takwin dalam Tahapan Sirriyah
Rasulullah membagi orang yang telah yang menerima da’wahnya dalam kelompok kecil (khalaya) 3 - 5 orang, yang mengadakan pertemuan setiap hari atau berkala pada tempat dan waktu yang berlainan.
b.    Takwin Pada Tahapan ‘Alaniyah (terang-terangan)
Rasulullah menerapkan beberapa cara yang berbeda dengan dakwah sirriyah :
1)   Membuat beberapa halaqah jama’iyah dalam jumlah besar.
Rumah Al Arqam bin Abi’l Arqam merupakan halaqoh takwin terbesar di masa Rasulullah SAW, sebab di tempat ini berkumpul para sahabat yang berjumlah 40 orang lelaki dan perempuan untuk program takwin dari Rasulullah SAW.
2)   Mengadakan perjalanan (rihlah) jama’iyah tertentu
3)   Mengkondisikan situasi umum terhadap da’wah melalui khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah umum
c. Takwin dalam Tahapan Sirriyah dan alaniyah
1)     Dilakukan terang-terangan (‘alaniyah) dan diketahui semua orang. seperti yang dilakukan pada tokoh Quraisy yang masuk Islam secara terang-terangan dan mengajak untuk melaksanakan dan menerimanya. Demikian pula kisah Abu Bakar ra.
2)     Dilakukan secara sembunyi (sirriyah) dan tidak diketahui oleh semua orang, seperti yang dilakukan pada kaum yang lemah yang tidak memiliki dukungan di hadapan serangan dan kekejaman kafir Quraisy.
III. RAMBU KETIGA DALAM SIRAH NABI SAW : KONFRONTASI BERSENJATA TERHADAP MUSUH DA’WAH
A. Kedudukan Rambu Ini Diantara Kedua Rambu Sebelumnya, Dan Pengertiannya
Karakter rambu pertama adalah membagi manusia menjadi dua kelompok :
Pertama, kelompok yang menerima prinsip-prinsip dakwah.
Kedua, kelompok yang menentang prinsip-prinsip dakwah.
Kelompok pertama menjadi bagian rambu kedua, yakni harus dibina dan dibentuk dengan prinsip-prinsip dakwah.
Sedangkan kelompok kedua menjadi bagian rambu ketiga, yakni harus dihadapi dengan kekuatan bersenjata agar mereka mau menyerah kepada kekuatan dakwah.
Fungsi rambu ketiga ialah mempertahankan kelompok yang masuk ke dalam takwin.
B. Menghadapi Penentang Da’wah Dalam Dua Periode
Sirah Rasulullah SAW dapat dibagi dalam dua periode :
Pertama, diawali dari kenabian sampai hijrah.
Kedua, sejak Rasulullah SAW menetap di Madinah hingga wafatnya.
Syi’ar dan sifat pada periode pertama ialah pelarangan segala bentuk serangan atau perlawanan fisik, dengan tujuan untuk menjauhi medan perlawanan, menghindari permusuhan, melakukan pembentukan kader-kader dakwah dan menyerahkan perlawanannya pada Allah.
Sementara pada periode kedua Syi’ar dan sifatnya adalah memerintahkan agar memaafkan, berlapang dada dan bersabar terhadap provokasi pihak musuh, sampai dating perintah Allah untuk ‘mengambil tindakan’ (perang) terhadap mereka.
C. Kapan Diadakan Konfrontasi ?
Konfrontasi melawan kebathilan adalah wewenang khusus pimpinan tertinggi jama’ah selaku pemegang kendali, dengan memperhatikan kemampuan dan kesiapan jama’ah untuk menghadapi tahapan ini.
Adapun ketentuan untuk menentukan titik tolak dalam melakukan konfrontasi bersenjata melawan kebathilan adalah :
Pertama : Indepensi Tempat Tegaknya Jama’ah.
Artinya, bahwa jama’ah tersebut harus berkuasa penuh terhadap bumi tempat berpijak dan melaksanakan aktivitasnya.
Kedua : Jumlah Yang Memadai
Maksudnya, angggota jama’ah yang akan bertempur hendaknya mencapai jumlah atau prosentase tertentu dibandingkan tentara musuh.
IV. RAMBU KEEMPAT DALAM SIRAH NABI SAW : SIRRIYAH DALAM KERJA MEMBINA JAMA’AH
A. Pengertian Sirriyah
Maksud sirriyah dalam kerja membina jama’ah ialah membatasi pengetahuan program kerja pada lingkungan pimpinan, setiap individu tidak boleh mengetahui tugas anggota yang lain untuk mencegah kebocoran tugas.
B. Kesalahan Memahami Sirriyah
Pertama, memasukkan ajaran-ajaran Islan yang harus disebarluaskan sebagai sesuatu yang harus dirahasiakan.
Kedua, “mengobral” segala sesuatu di setiap tempat dan kepada siapa saja.
C. Pemahaman yang Dangkal Tentang Sirriyah
Sesungguhnya sirriyah adalah sifat yang lekat atau tak terpisahkan dari dakwah Rasulullah SAW dalam semua tahapannya sepanjang kehidupannyanya, baik di Mekkah maupun di Madinah (bukan hanya tiga tahun saja sebagaimana banyak dituliskan oleh ahli sejarah).
D. Kesimpulan Rambu Ini
Kesimpulan rambu ini : Sirriyah merupakan ‘kotak’ tempat menyimpan program amal jama’i dan ‘tirai’ yang menutupi dan melindungi program tersebut, dan merupakan hal yang penting serta harus dipegang teguh sepanjang gerakan pembinaan jama’ah.
Sirriyah di sini hanya menyangkut aspek penataan (tanzhim) saja, bukan menyangkut aspek pemikiran atau nilai-nilai Islam yang harus dikemukakan.

V. RAMBU KELIMA DALAM SIRAH NABI SAW : BERSABAR ATAS GANGGUAN MUSUH
A. Bersabar Pada Tahapan Takwin
Faktor terpenting yang dapat melindungi jama’ah pada tahapan takwin adalah kesabaran seluruh anggota jama’ah dan keberhasilan mereka meredam emosi dalam menghadapi setiap gangguan dan ejekan musuh.
B. Fenomena Pengulangan Perintah Bersabar
Berulang-ulangnya perintah bersabar pada ayat-ayat Makiyyah (Al Muzzammil:10 dan Al Mudatsir :7) menunjukkan pentingnya sifat ini dalam memelihara eksistensi jama’ah dan perlunya sifat ini dimiliki oleh seluruh angoota jama’ah, terutama pada tahapan takwiniyah.
VI. RAMBU KEENAM DALAM SIRAH NABI SAW : MENGHINDARI MEDAN PERTEMPURAN
A. Pengertian Menghindari Medan Pertempuran
Fikrah menghindarkan anggota jama’ah dari medan pertempuran dengan melakukan hijrah, adalah faktor yang dapat memelihara anggota jama’ah dari kekejaman Quraisy dan meloloskan jama’ah dari penghancuran dan pemberangusan.
B. Pentingnya Rambu Ini dalam Melindungi Pembinaan Jama’ah
Sesungguhnya fikrah menjauhi konfrontasi pada tahapan takwin dimana jama’ah belum kuat melakukan konfrontasi adalah sikap yang diwajibkan Islam dan dituntut oleh keadaan jama’ahnya pada tahapannya yang masih awal.
C. Pelaksanaan Rambu Ini dalam Kehidupan Rasulullah SAW
Pelaksanaan rambu ini dalam kehidupan Rasulullah SAW yang paling gemilang adalah kembalinya kaum Muhajirin ke Mekkah sebagai “penakluk”, setelah berhimpun di suatu tempat yang aman, yaitu Madinah.










BAGIAN KEEMPAT
TABI’AT JALAN MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN
A. Memahami Tabiat Jalan
Tabiat jalan pertama yakni jalan ujian dan cobaan, namun akhirnya adalah surga (QS AlBaqarah 2:214, Ali Imran 3:142, At Taubah 9:16 dan Al Ankabut 29:2-3).
Tabiat jalan kedua adalah jalan kemenangan dan kekuasaan. Pada sisi inilahbanyak kaum muslimin yang merasa berat untuk bergerak, lebih tertarik kepada aspek duniawi, kemewahan dan kenikmatan materi.
Menyikapi dua tabiat jalan ini, sikap Rasulullah SAW adalah bersabar dan tegar.
B. Macam-macam Tabiat Jalan
Tabiat jalan banyak dibicarakan dalam Al Qur’an , tetapi bila disimpulkan hanya ada dua kategori jalan, yakni  : jalan kebaikan dan  jalan keburukan (QS Al Anbiya 21:35)
C. Tujuan Tabiat Ini
Tujuan dibalik tabiat jalan dakwah ini yaitu mengantarkan manusia kepada kualitas kerja terbaik (QS Al Kahfi 18:7 dan Al Mulk :2).
D. Tabiat Jalan : Salah Satu Sunnatullah
Allah menjelaskan tabiat jalan ini sebagai salah satu sunnah-Nya, dan berlaku pada kaum muslimin secara umum, terutama manusia-manusia pilihan dari para Nabi dan Rasul, kemudian orang-orang yang derajat keimanannya di bawah mereka, dan seterusnya.
Kesimpulan Bab Ini
Tabiat jalan dakwah ini sangat berat dirasakan oleh jiwa manusia, tetapi harus dilalui oleh gerakan Islam yang ingin mencapai tujuannya karena hanya itu satu-satunya jalan menuju surga.
Tabiat jalan ini beraneka ragam : mungkin  berbentuk kamar-kamar penjara, alat-alat siksa yang menakutkan hingga tiang gantungan. Mungkin juga berbentuk kemewahan dan kemegahan, ghurur (keterpedayaan diri) yang melupakan Allah dan akhirat.
Sasaran jalan dakwah ini adalah untuk mengetahui yang shalih dan thalih, membuang yang jelek dari yang baik dan membersihkan barisan dari unsur-unsur yang akan mengakibatkan kehancuran.

---- sah ---


14 komentar: