Pengantar
Setiap manusia dibekali Allah SWT tiga komponen penting untuk
menjalani kehidupan. Ketiganya sangat berpengaruh bagi dirinya dalam
menjalani kehidupan. Ketiganya ibarat sub system yang saling berhubungan dan tidak
dapat dipisahkan. Ketiga komponen tersebut adalah : jasad, akal dan ruh.
Agar ketiganya berfungsi degan baik, tentu harus
dijaga, dibina, dan dilatih. Bila tidak, maka akan terjadi ketidakseimbangan
hidup, disorientasi, bahkan kegagalan hidup akan mungkin dihadapi oleh
seseorang yang tidak melakukan penjagaan, pembinaan, dan pelatihan terhadap
ketiganya.
Jasad harus ditempa, dilatih, diberi makanan yang
halal dan thoyyib, agar tetap sehat;
sehingga kita bisa melakukan setiap perbuatan yg diperintahkan Allah dan
Rasul-Nya.
Akal harus dijaga, diberi makanan, dibina, dan
dilatih agar kita dapat berpikir dengan jernih; dapat membedakan mana yang haq
dan mana yang bathil; dan juga dapat mengalami peningkatan ilmu dan wawasan.
Begitu pula halnya dgn ruh. Ruh kita membutuhkan
nutrisi yang sehat agar ruhiyah (spiritual) kita tetap mantap; selalu mendorong
pada hal-hal yang bernuansa akhirat. Kekuatan ruhiyah memegang peranan penting
dalam menyelamatkan seorang muslim dari jeratan dan tipu daya syetan. Kekuatan
ruhiyah yg didasarkan pada kekuatan keimanan, keikhlasan, kesabaran, dan sikap
optimis adalah bekal utama seorang muslim dalam menghadapi musibah, ujian, dan
fitnah kehidupan. Maka, jangan biarkan ruhiyah kita mengalami penurunan.
Jauhkanlah diri dari segala aktifitas yg dpt menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas ruhiyah, melemahnya iman, dan melunturnya ketaqwaan.
Definisi
Tarbiyah Ruhiyah yaitu membina
sisi ruhaniyah manusia agar mampu menjalani hidup ini dengan mudah dan ringan.
Fungsi Tarbiyah
Ruhiyah
Ruhani
memberikan kekuatan yang lebih untuk menjalani kehidupan dunia ini.
Jalan Tarbiyah
Ruhiyah
Untuk membentuk ruhiyah
ma’nawiyah melalui beberapa aktivitas, yaitu:
· Talqin
mafahim : menyampaikan ma’any dan mafahim yang benar tentang hal-hal yang membentuk
keimanan dan ketakwaan
· Taammul
ma’any : mengajak untuk merenungkan nilai-nilai dan segala hal yang ada di
sekeliling kita untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
· Ta’wid amaly
: dengan membiasakan untuk melakukan ibadah-ibadah amaly.
Pendek kata, pembentukan ruhiyah
ma’nawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti qiyamul lail, shaum sunnah, tilawah Qur’an, dzikir, dan lain-lain.
Kita harus mampu menjadikan sarana-sarana tarbiyah ruhiyah semisal mabit, lailatul katibah, jalasah
ruhiyah, dan sebagainya untuk membentuk ruhiyah ma’nawiyahnya. Jangan
sampai kita terjebak dalam kebiasaan dan rutinitas.
DR. Abdullah Nashih Ulwan dalam
bukunya yang berjudul “Tarbiyah Ruhiyah”
menyebutkan bahwa ada lima faktor penting dalam mencapai takwa.
1.
Mu’ahadah (QS 1:5, 7:172, 16:91)
Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian-perjanjian yang telah kita
buat kepada Allah. Hendaknya setiap kita menyendiri dan mengingat
perjanjian-perjanjian yang telah kita buat kepada Allah. Dengan mu’ahadah kita
akan tetap istiqamah dalam melaksanakan syariat Allah.
Perjanjian
kita dengan Allah adalah ketika kita di alam sulbi (alam ruh). Sebagaimana
firman Allah SWT : “Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS Al-A'raf : 172)
Hendaklah seorang mukmin ber-khalwat
(berdua-duan) antara dia dan Allah untuk memuhasabah siri seraya mengatakan
pada dirinya : "Wahai jiwaku, sesungguhnya engkau telah berjanji kepada
Rabbmu setiap hari disaat engkau membaca Al Fatihah di dalam sembahyang. Engkau
telah berikrar untuk komitmen di atas jalan yang lurus. Engkau telah berikrar
untuk menjauhi jalan orang orang yang sesat."
2.
Muraqabah (QS Asy-Syuara :218-219)
Muraqabah adalah merasakan keagungan Allah di setiap waktu dan
keadaan, serta merasakan kebersamaannya (ma’iyatullah)
dalam sepi maupun ramai. Dengan muraqabah kita akan ikhlas, karena setiap fi’il
adalah untuk-Nya. Dengan muraqabah kita akan istiqamah. Tak terpengaruh oleh
situasi dan kondisi.
Ada beberapa jenis muroqobah :
a) Muroqobah dalam melaksanakan ketaatan
adalah dengan ikhlas kepadaNya.
b) Muroqobah dalam kemaksiatan adalah dengan
taubat,penyesalan dan meninggalkannya.
c) Muroqobah dalam hal hal mubah adalah
dengan menjaga adab adab terhadap Allah dan bersyukur.
d) Muroqobah dalam musibah adalah dengan
redha kepada ketentuan Allah dan memohon pertolongan dengan sabar.
3.
Muhasabah (QS Al Hasyr : 18)
Makna muhasabah adalah hendaknya seorang muslim menghisab dirinya
setelah melakukan sebuah amal. Apakah amal itu benar-benar semata untuk meraih
ridha Allah ataukah tercampur dengan kepentingan pribadi, riya, ujub atau malah
telah mengurangi hak-hak orang lain? Apakah amal yang kita lakukan sudah
maksimal? Atau dilaksanakan sekedarnya? Di samping itu muhasabah juga melakukan
perhitungan diri antara amaliyah dan dosa. Apakan amaliyah yang kita lakukan
sudah cukup menutup dosa? Lalu bagaimana dengan pertobatan? Dengan muhasabah
kita akan terbebas dari penyakit hati.
Sebelum memulai suatu pekerjaan dan disaat mengerjakannya
hendaklah seorang mukmin memeriksa dirinya..Apakah setiap gerak dalam
melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi,
mencari popularitas atau kerana dorongan ridha Allah dan menghendaki pahala-Nya.
Jika benar benar karena ridha Allah, maka ia akan melaksanakannya walaupun hawa
nafsunya tidak bersetuju dan ingin meninggalkannya.
Makna musabah sebagaimana diisyaratkan oleh ayat surah Al Hasyr ayat
18 ialah hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan
amal perbuatan; adakah tujuan amalnya untuk mendapat ridha Allah? atau apakah
amalnya itu diiringi riya ? Apakah dia sudah memenuhi hak hak Allah dan hak hak
manusia? Dsb.
Ketahuilah, seorang mu'min setiap pagi hendaklah mewajibkan diri untuk
memperbaiki niat, melaksanakan taat, memenuhi segala kewajiban dan membebaskan
diri dari riya. Demikian pula di waktu petang atau malam, semestinya ia punya
waktu untuk bersendirian, menghitungkan semua yang telah dilakukannya….Bila ia
kebaikan, hendaklah bersyukur, jika ternyata ada dosa dan maksiat, hendaklah
mohon ampun dan bertaubat.
Kata Umar ibul-Khattab "Hisablah diri kamu sebelum kamu
dihisabkan, timbanglah diri kamu, sebelum kamu ditimbangkan dan bersiaplah
untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada
pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kamu barang satu pun."
4.
Muaqabah (QS 2:179)
Muaqabah adalah pemberian sanksi. Sudah sepatutnya bagi kita jika
kita telah melalaikan Allah, kita beri sanksi diri kita sebagaimana orangtua
memberi sanksi kepada anaknya yang bersalah. Semoga dengan melakukan muaqabah
kita menjadi jera berbuat dosa.
Sanksi / denda yang dimaksudkan sebagai mana diisyaratkan dalam Surat
Al Abaqarah ayat 179 adalah apabila seorang mu'min melakukan kesalahan maka dia
tidak membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudahkan
jalan untuk kesalahan yang lain dan semakin payah untuk meninggalkan kesalahan.
Sanksi ini harus dengan sesuatu yang mubah, tidak boleh dengan
jaminan yang haram seperti membakar salah satu anggota badan, meninggalkan
makan dan minum sampai membahayakan dirinya.
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan tentang
ketaqwaan, muhasabah, menjatuhkan sanksi pada dirinya jika bersalah dan
bertekad untuk lebih taat jika dirinya lalai. Antara contohnya ialah :
Dalam sebuah riwayat,disebutkan Umar Al Khattab r.a. pergi ke
kebunnya.Ketika pulang di dapati orang
sudah selesai melakukan solat asar berjemaah.Maka beliau berkata " Aku
pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang sudah sholat Ashar, kini
kebunku aku jadikan sedekah untuk orang orang miskin."
5.
Mujahadah (QS Al Ankabut [29]:69)
Mujahadah
adalah bersungguh-sungguh dalam melaksanaan ibadah. Di sana ada makna
memaksakan diri untuk berbuat yang terbaik, menyerahkan yang terbaik dan
mengoptimalkan diri dalam beramaliyah. Ibadah adalah tarbiyah. Dengan
mengerahkan kapasitas maksimal, itu artinya kita membangkitkan potensi yang
terpendam dalam diri kita. Maka integritas kita akan semakin meningkat.
Dasar mujahadah adalah dalam firman Allah surah Al Ankabut ayat 69
yang bermaksud "Dan orang orang yang berjihad untuk mencari keredhaan
Kami, benar benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar benar beserta orang yang berbuat baik.”
Maksud mujahadah di sini ialah apabila seseorang mu'min terseret
dalam kemalasan, kerehatan, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal amal
sunnah serta ketaatan yang lain tepat pada waktunya maka ia harus memaksa
dirinya melakukan amal amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya.Dalam hal ini
harus tegas, serius dan penuh ketaatan sehingga pada akhirnya ketaatan
merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang tertanam
pada dirinya.
Dalam hal ini, cukuplah Rasulullah SAW menjadi qudwah yang patut
dicontohi.yang mana baginda bershlat, sampai bengkak kakinya. Banyak hadith
hadith nabi .s.a.w. yang menggalakan untuk mujahadah, sebagai sumber motivasi
diri.
Bagi orang yang ingin bersungguh sungguh dalam ibadah dan membawa
dirinya untuk bermujahadah, haruslah memerhatikan dua perkara penting dalam
amalnya.
1) Hendaklah
amal amal sunnah tidak membuatkan dia lupa kewajiban-kewajiban yang lain. Contohnya,
dia mengerjakan suatu amal sunnah (sunat) tertentu sementara dia mengabaikan
hak keluarga berupa nafkah atau mengabaikan hak dirinya.
2)
Tidak memaksa diri dengan amal amal sunat yang diluar kemampuannya. Sebagai
mana sabda Nabi SAW dalam sebuah hadith sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam
Muslim : "Hendaklah kalian beramal
sesuai dengan kemampuan kalian. Demi Allah, Allah tidak akan jemu sehinggalah
kalian merasa jemu".
Contoh mujahadah yang berlebihan adalah sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits berikut ini :
“Sekelompok orang berkumpul
membicarakan sesuatu. Lelaki pertama berkata, saya akan shalat malam dan tidak
tidur. Yang lain berkata, saya akan puasa dan tidak berbuka. Yang ketiga
berkata, saya tidak akan menikah dengan wanita. Perkataan mereka ini sampai kepada
Rasulullah SAW. Maka baginda berkata, kenapa ada orang-orang yang begini dan
begitu?! Aku shalat malam tapi juga tidur, aku puasa tapi juga berbuka, dan aku
menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan daripada
kalanganku.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Faktor-faktor
yang Menumbuh Suburkan Ruhiyah
Faktor-faktor yang menumbuh suburkan ruhiyah
dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu kelompok yang berkaitan dengan kepekaan jiwa
dan kelompok amaliyah lahiriyah. Yang termasuk kelompok yang berkaitan dengan
kepekaan jiwa adalah :
· Selalu
merasakan muraqabah kepada Allah Mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya,
cukuplah dengan perkataan Hamid al-Qushairy bahwa: ”Kita semua yakin dengan
akan datangnya maut, namun kita tidak mempersiapkan diri. Kita semua yakin akan
surga, namun kita tidak beramal untuknya. Dan kita semua yakin akan adanya
neraka namun kita tidak merasa takut kepadanya. Lalu atas dasar apa kita
bersuka ria?”
· Membayangkan
hari Akhirat dan hal-hal yang berkaitan dengannya
Faktor-faktor
Amaliyah Lahiriyah
Amaliyah yang menumbuh suburkan
ruhiyah sebenarnya banyak sekali, tetapi ada beberapa yang terpenting.
Diantaranya
·
Tilawah
Al-Qur’an dengan mentadabburinya.
·
Hidup
bersama dengan Rasulullah dan mencontoh sirahnya yang Agung.
·
Selalu
menyertai orang-orang pilihan yang mereka yang berhati bersih dan mengenal
Allah.
·
Dzikir
kepada Allah dalam setiap waktu dan kesempatan,
·
Menangis
kepada Allah dalam waktu khalwat.
·
Bersungguh-sungguh
membekali diri dengan Ibadah nafilah
Pengaruh
Tarbiyah Ruhiyah dalam Pembinaan Pribadi dan Ummat
Apabila kita telah memancarkan
rohani, berhubungan erat dengan Allah dan ketakwaan, maka tersingkaplah makna
dan hakikat. Terbukalah rahasia-rahasia yang hanya dapat di tangkap oleh orang
yang jenius dan takwa. Apabila jalan rohani telah kita daki. Dan derajat takwa
telah kita raih. Cinta kasih-Nya telah meliput diri. Maka Cahaya Iman akan
memancar dalam setiap desah nafas. Cahaya itu akan menyapa sekeliling bagai
mentari. Jika cahaya itu menyirami hati yang kerontang, maka suburlah hati itu.
Jika cahaya itu menyinari kegelapan batin, tentu teranglah ia. Maka jalan
da’wah akan terasa mudah, perjuangan akan terasa ringan, dan pengorbanan
menjadi suatu kejamakan.
Sebagai
kesimpulannya dari ke lima lima cara yang telah dinyatakan :
·
Dengan mu’ahadah kita dapat beristiqomah di
atas syariat Allah.
·
Dengan muroqobah,kita dapat merasa keagungan
Allah dimana saja kita berada, walau dalam suasana apa pun.
·
Dengan muhasabah,kita boleh terbebas dari
kebusukan hawa nafsu yang selalu memberontak dan mampu memenuhi hak hak Allah
dan hak hak sesama manusia.
·
Deangan mua'qobah kita mampu memisahkan diri
kita dari penyimpangan.
·
Deangan mujahadah, kita dapat memperbaiki
aktivitas diri kita dan sekaligus menumpaskan kemalasan dan kelalaian.
Wallahu a'alam bish-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar